Senin, 08 April 2013

Tugas Penulisan Tentang Membangun Pendidikan Berkarakter



Membangun Pendidikan Berkarakter




Pengumuman kelulusan ujian nasional (UN) selalu menghadirkan dua sisi emosional yang sangat kontras. Di satu sisi, hampir sebagian besar pelajar yang mendapatkan kelulusan terutama di kota besar merayakannya dengan sukaria dan hura-hura berlebihan. Mulai konvoi kendaraan beramai-ramai hingga mencoret-coret baju seragam.

DI lain pihak, para pelajar yang tidak lulus menangis sejadi-jadinya, hingga tak jarang kita dapatkan berita percobaan bunuh diri karena frustrasi. Dua sisi perilaku pelajar kita seperti ini sangat disayangkan. Dunia pendidikan seharusnya jauh dari bingkai kejadian seperti di atas. Semestinya pendidikan mampu menciptakan karakter pelajar dengan pemikiran logis dan mampu membentuk insan-insan terdidik dengan emosi cerdas.

Dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dengan jelas disebutkan sebuah alasan dibentuknya sebuah pemerintahan negara Indonesia yaitu "Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa".

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cerdas itu bermakna sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan lainnya); tajam pikiran. Di sini jelas, ada dua elemen yang disebutkan yaitu akal dan budi.

Akal tentu merujuk pada hal intelektualitas. Sedangkan budi merujuk perilaku, moral, dan karakter. Bahkan terkait pendidikan ini, amandemen keempat UUD 1945 lebih spesifik menjelaskan dalam bab 13 pasal 31 ayat 3: "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang".

Sangat jelas cita-cita dan semangat UUD atas pendidikan kita. Yakni bukan sekadar pembentukan intelektualitas semata. Tapi juga budi pekerti luhur-akhlak mulia. Namun dalam taraf pelaksanaannya ada yang salah. Sehingga, pendidikan kita kehilangan orientasi yang seharusnya. Tetapi hanya sebatas output hasil semata berupa angka-angka.

Orientasi yang salah inilah menjadikan bangsa kita tidak kunjung bangkit dari keterpurukan permasalahan. Penyakit akut kemiskinan dan korupsi terus menggelayuti masa depan bangsa kita. Sebab, pendidikan kita terjebak dalam orientasi pragmatis sehingga tergiur untuk mencapai tujuan dengan cara-cara praktis.

Kecerdasan intelektual diraih namun mental para anak bangsa kering dan hampa tanpa karakter. Erie Sudewo dalam bukunya Character Building (2011) secara gamblang menggambarkan betapa pentingnya elemen karakter. Ia menyatakan "Tanpa karakter, manusia pun bisa unggul dengan kapasitas dan kapabilitasnya. Namun semakin dia cerdas, semakin tinggi kedudukannya, dan semakin kaya, maka semakin jahatlah dirinya. Sebab orang yang unggul tanpa karakter,  yang muncul adalah tabiatnya. Sifat-sifat buruknya sebagai perilaku sehari-hari".

Selama ini sekolah formal semacam SMP dan SMA selalu menjadi tujuan utama orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Sedangkan sekolah-sekolah nonformal semacam asrama dan pondok pesantren selalu menjadi pilihan terakhir. Dengan alasan-alasan yang cukup lumrah dan manusiawi, pondok pesantren mendapatkan predikat sebagai sebuah lembaga pendidikan yang kolot, kumuh, dan jauh dari kemajuan jaman.

Ada berbagai kelebihan dan kekurangan yang masing-masing dimiliki oleh sekolah nonformal dan pondok pesantren. Sekolah formal cenderung menghasilkan lulusan-lulusan yang melek terhadap dunia luar dan memiliki output intelektualitas yang lebih, namun cenderung hampa karakter.

Sebaliknya, alumni pondok pesantren cenderung memiliki karakter yang kuat, namun gagap terhadap perkembangan dunia luar, dan kemampuan intelektualitasnya di bawah sekolah formal. Dan, kenyataannya adalah selama ini sekolah formal tidak mampu mengemban tugas untuk memberikan kebutuhan pendidikan karakter kepada para pelajar.

Mata pelajaran agama dan pendidikan kewarganegaraan pun semakin tahun kian berkurang porsinya. Hal yang semakin membuat miris adalah selain asupan mata pelajaran tersebut semakin sedikit, para pendidik pun tak mampu menerapkan nilai-nilai moral dalam setiap interaksi nyata terutama pada pertemuan-pertemuannya di kelas.

Setiap pertemuan di kelas para guru cenderung hanya sekadar menunaikan kewajiban menyampaikan materi dan abai terhadap nilai. Setelah selesai menyampaikan mata pelajaran, maka interaksi antara guru dan murid pun berakhir sampai saat itu juga. Proses pembangunan emosional antara guru-murid nyaris tak ada. Padahal proses pembentukan emosional dan pembentukan karakter hanya bisa dilakukan melalui interaksi masif yang bukan sekadar basa-basi. Hal inilah yang justru ada di dunia pondok pesantren.

Perkara teknis pengimplementasian amanat UUD inilah yang seharusnya ditekankan oleh pemerintah terutama Kementerian Pendidikan. Pemerintah harus mampu menggabungkan metode pembelajaran antara pendidikan nonformal pondok pesantren dengan pendidikan formal modern.

Sehingga, pendidikan kita tidak hanya sekadar penanaman intelektualitas semata. Tetapi juga penanaman karakter. Dengan begitu, kenakalan-kenakalan pelajar bisa segera terhapus dan tumbuhlah pelajar-pelajar yang cerdas nan santun.

Tugas Penulisan Tentang Islam Dan Demokrasi


        Islam dan Demokrasi. Pada karakter fundamental, tidak ada konflik antara demokrasi dan sistem politik Islam Oleh A. Fatih Syuhud Pondok Pesantren Al-Khoirot.

        Banyak kalangan non-muslim (individual dan institusi) yang menilai bahwa tidak terdapat konflik antara Islam dan demokrasi dan mereka ingin melihat dunia Islam dapat membawa perubahan dan transformasi menuju demokrasi. Robin Wright, pakar Timur Tengah dan dunia Islam yang cukup terkenal menulis di Journal of Democracy (1996) bahwa Islam dan budaya Islam bukanlah penghalang bagi terjadinya modernitas politik.Peraih Nobel Gunnar Myrdal dalam karya magnum opus-nya Asian Drama mengidentifikasi seperangkat modernisasi ideal termasuk di dalamnya demokrasi. Berkenaan dengan agama secara umum dan Islam khususnya, dia mengatakan: Doktrin dasar dari agama-agama Hindu, Islam dan Budha tidaklah bertentangan dengan modernisasi. Sebagai contoh, doktrin Islam, dan relatif kurang eksplisit doktrin Budha, cukup maju untuk mendukung reformasi sejajar dengan idealisme modernisasi. Apabila demokrasi identik dengan egalitarianisme, maka Islam dan Budha dapat memberikan dukungan bagi salah satu idealisme modernisasi khususnya reformasi egalitarian.John O Voll dan John L Esposito, dua pakar yang menjembatani Barat dan Timur tidak sepakat atas pandangan bahwa Islam dan demokrasi tidak dapat ketemu. Menurut kedua pakar ini dalam khazanah Islam terkandung konsep yang memberikan fondasi bagi muslim kontemporer untuk mengembangkan program demokrasi Islam yang otentik.  Dalam menjelaskan sejumlah miskonsepsi umum di Barat, Graham E Fuller (mantan Wakil Direktur National Intelligence Council di CIA) menulis di jurnal Foreign Affairs (April, 2002): “Kebanyakan peneliti Barat cenderung untuk melihat fenomena Islam politik seakan-akan ia sebuah kupu-kupu dalam kotak koleksi, ditangkap dan disimpan selamanya, atau seperti seperangkat teks baku yang mengatur sebuah jalan tunggal.Inilah mengapa sejumlah sarjana yang mengkaji literatur Islam utama mengklaim bahwa Islam tidak kompatibel dengan demokrasi. Seakan-akan ada agama lain yang secara literal membahas demokrasi”.Banyak kalangan sarjana Islam yang kembali mengkaji akar dan khazanah Islam dan secara meyakinkan berkesimpulan bahwa Islam dan demokrasi tidak hanya kompatibel; sebaliknya, asosiasi keduanya tak terhindarkan, karena sistem politik Islam adalah berdasarkan pada Syura (musyawarah). Khaled Abou el-Fadl, Ziauddin Sardar, RachidGhannoushi, Hasan Turabi, Khurshid Ahmad, Fathi Osman dan Shaikh Yusuf Qardawi serta sejumlah intelektual dan sarjana Islam lain yang bersusah payah berusaha mencari titik temu antara dunia Islam dan Barat menuju saling pengertian yang lebih baik berkenaan dengan hubungan antara Islam dan demokrasi. Karena, kebanyakan diskursusyang ada tampak terlalu tergantung dan terpancang pada label yang dipakai secara stereotipe oleh sejumlah kalangan.Menurut Merriam, Webster Dictionary, demokrasi dapat didefinisikan sebagai “pemerintahan oleh rakyat; khususnya, oleh mayoritas; pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dandilakukan oleh mereka baik langsung atau tidak langsung melalui sebuah sistem perwakilan yang biasanya dilakukan dengan cara mengadakan pemilu bebas yang diadakan secara periodik; rakyat umum khususnya untuk mengangkat sumber otoritas politik; tiadanya distingsi kelas atau privelese berdasarkan keturunan atau kesewenang-wenangan.Realitasnya adalah bahwa Islam tidak hanya kompatibel dengan aspek- aspek definisi atau gambaran demokrasi di atas, tetapi yang lebih penting lagi, aspek-aspek tersebut sangat esensial bagi Islam. Apabila kita dapat melepaskan diri dari ikatan label dan semantik, maka akan kita dapatkan bahwa pemerintahan Islam, apabila disaringdari semua aspek yang korelatif, memiliki setidaknya tiga unsure pokok, yang berdasarkan pada petunjuk dan visi Alquran di satu sisi dan preseden Nabi dan empat Khalifah sesudahnya (Khulafa al-Rasyidin) di sisi lain. 

       Pertama, konstitusional. Pemerintahan Islam esensinya merupakan sebuah pemerintahan yang `’konstitusional”, di mana konstitusi mewakili kesepakatan rakyat (the governed) untuk diatur oleh sebuah kerangka hak dan kewajiban yang ditentukan dan disepakati. Bagi Muslim, sumber konstitusi adalah Alquran, Sunnah, dan lain-lain yang dianggap relevan, efektif dan tidak bertentangan dengan Islam. Tidak ada otoritas, kecuali rakyat, yang memiliki hak untuk membuang atau mengubah konstitusi. Dengan demikian, pemerintahan Islam tidak dapat berbentuk pemerintahan otokratik, monarki atau militer. Sistem pemerintahan semacam itu adalah pada dasarnya egalitarian, dan egalitarianisme merupakan salah satu ciri tipikal Islam. Secara luas diakui bahwa awal pemerintahan Islam di Madinah adalah berdasarkan kerangka fondasi konstitusional dan pluralistik yang juga melibatkan non-muslim. 

       Kedua, partisipatoris. Sistem politik Islam adalah partisipatoris. Dari pembentukan struktur pemerintahan institusional sampai tahap implementasinya, sistem ini bersifat partisipatoris. Ini berarti bahwa kepemimpinan dan kebijakan akan dilakukan dengan basis partisipasi rakyat secara penuh melalui proses pemilihan populer. Umat Islam dapat memanfaatkan kreativitas mereka dengan berdasarkan petunjuk Islam dan preseden sebelumnya untuk melembagakan dan memperbaiki proses-proses itu. Aspek partisipatoris ini disebut proses Syura dalam Islam.      

       Ketiga, akuntabilitas. Poin ini menjadi akibat wajar esensial bagi sistem konstitusional/partisipatoris. Kepemimpinan dan pemegang otoritas bertanggung jawab pada rakyat dalam kerangka Islam. Kerangka Islam di sini bermakna bahwa semua umat Islam secara teologis bertanggung jawab pada Allah dan wahyu-Nya. Sementara dalam tataran praksis akuntabilitas berkaitan dengan rakyat. Oleh karena itu, khalifah sebagai kepala negara bertanggung jawab pada dan berfungsi sebagai Khalifah al-Rasul (representatif rasul) dan Khalifah al-Muslimin (representatif umat Islam) sekaligus.      

       Poin ini memerlukan kajian lebih lanjut karena adanya mispersepsi tentang kedaulatan (sovereignty): bahwa kedaulatan Islam adalah milik Tuhan (teokrasi) sedangkan kedaulatan dalam demokrasi adalah milik rakyat. Anggapan atau interpretasi ini jelas naif dan salah. Memang, Tuhan merupakan kedaulatan tertinggi atas kebenaran, tetapi Dia telah memberikan kebebasan dan tanggung jawab pada umat manusia di dunia.Tuhan memutuskan untuk tidak berfungsi sebagai Yang Berdaulat di dunia. Dia telah menganugerahi manusia dengan wahyu dan petunjuk esensial. Umat Islam diharapkan untuk membentuk diri dan berperilaku, secara individual dan kolektif, menurut petunjuk itu. Sekalipun esensinya petunjuk ini berdasarkan pada wahyu, tetapi interpretasidan implementasinya adalah profan.      

       Apakah akan memilih jalan ke surga atau neraka adalah murni keputusan manusia. Apakah akan memilih Islam atau keyakinan lain juga keputusan manusiawi. Apakah akan memilih untuk mengorganisir kehidupan kita berdasarkan pada Islam atau tidak juga terserah kita. Begitu juga, apakah umat Islam hendak memilih bentuk pemerintahan Islam atau sekuler. Tidak ada paksaan dalam agama.      

       Apabila terjadi konflik antara masyarakat dan pemimpin, seperti mayoritas masyarakat tidak menginginkan sistem Islam, maka kalangan pimpinan tidak dapat memaksakan sesuatu yang tidak dikehendaki oleh masyarakat. Tidak ada paksaan atau tekanan dalam Islam. Karena tekanan dan paksaan tidak akan menghasilkan hasil yang diinginkan danfondasi Islam tidak dapat didasarkan pada paksaan atau tekanan.      Pada karakter fundamental yang didasarkan pada poin-poin di atas, tidak ada konflik antara demokrasi dan sistem politik Islam, kecuali bahwa dalam sistem politik Islam orang tidak dapat mengklaim dirinya Islami apabila tindak tanduknya bertentangan dengan Islam. Itulah mengapa umat Islam hendaknya tidak menganggap demokrasi dalam artian umum bertentangan dengan Islam; sebaliknya, umat harus menyambutsistem demokrasi. Seperti yang dikatakan oleh Dr Fathi Osman, salah satu intelektual muslim kontemporer terkemuka, `’demokrasi merupakan aplikasi terbaik dari Syura”.

*Pernah dimaut di Harian Pelita, 9 Nopember 2005
Daftar Pustaka : http://www.fatihsyuhud.net/2012/08/islam-dan-demokrasi/

SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (Tugas Softskill Teori Organisasi Umum 2)


SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA


Dalam penulisan sebuah arikel ini saya tidak sepenuhnya mengerjakan dengan sendirinya, sebagian saya,mengambil beberapa referensi untuk membantu menyelesaikan tugas ini. dan berikut ini adalah hasil yang sudah saya kerjakan :









BAB I
PENDAHULUAN 

1.1 Latar Belakang
   Sebelum membahas mengenai sistem perekonomian indonesia secara detail kita harus memahami apa itu sistem perekonomian?
Perekonomian indoensia kini sudah banyak perubahan dan ilmu perekonomian telah banyak digandrungi berbagai pihak, Semakkin bertambahnya usia bumi ini, maka semakin berkembang keadaan perekonomian indonesia. Bahkan bukan hanya negara indonesia saja yang mulai berubah perekonomiannya,di negara lain sudah banyak perubahan-perubahan perekonomiannya. justru itu seharusnya kita bersyukur apa yang telah kita didapat di negri ini yang mulai berubah perkembangan perekonomian dan bertambah banyak fasilitas-fasilatas yang begitu bagus. Seperti adanya alat komukasi yang mulai canggih,transportasi,dan masi banyak lagi. walau masi banyak yang belum memdapatkan dampaknya perkembangan di negara ini,mulai laun pasti akan ada perubahan perkonomiannya.
maka yang harus kita pahami, bagaimanakah keadaan perekonomian kita?

Perkembangan yang terjadi dalam negara ini dan dunia ini semakin lama berlangsung semakin cepat dan sangat sulit sekali untuk di prediksikan. perubahan gaya hidup yang kian berubah,yang dulu di bangun secara berpuluh-puluh tahun kini dapat berubah hanya dalam waktu yang lumayan singkat. untuk itu,kita di tuntut berbenah diri untuk menyongsong tantangan yang kita hadapi.Apabila siap dan bertahan dalam hidup,maka akan dapat mempertahankan posisi dan keadaan ekonomi kita. dan jika kita lalai maka akan terombang ambing oleh kerasnya hidup dan pahitnya hidup ini dan kita tidak akan memdapat hasil yang pernah kita dapat.

dengan itu uraian diatas maka harus memerlukan sytem untuk mengatur perekonomian, kita sebagai warga negara indonesia. maka itu kita haruslah mengerti dan meatur keadaan ekonomi kita dangan adanya sytem perekonomian indonesia.

1.2 Rumus Masalah
 dari latar belakang di atas,kita dijunjung supaya siap dan bertahan dalam kondisi perekonomian kita,maka itu kita dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah dibawah ini sebagai contoh atau gambaran agar kita dapat bertahan dan berubah dalam perekonomian kita. sebagai berijut: 
  1. Apa Nama sistem perekonomian indonesia?
  2. sejarah sistem perekonomian indonesia?
  3. Tokoh-Tokoh Sistem perekonomian indonesia
  4. ciri-ciri perekonomian indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Apa Nama Sistem Perekonomian Indonesia ?
   Sistem ekonomi di Indonesia adalah sistem ekonomi campuran. Khusus di Indonesia, mekanisme yang mengatur arah dan jalannya roda perekonomian tercantum dalam UUD 1945 pasal 33. Pasal 33 ayat 1 berbunyi : "Perekonomian disusun atas usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan". Kata disusun menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia diatur secara sengaja, sehingga mekanisme yang dipilih jelas merupakan mekanisme terpusat. Walaupun demikian secara keseluruhan pasal 33 menunjuk pada keharusan dilakukannya sistem perekonomian Indonesia atas dasar demokrasi ekonomi, yaitu produksi dikerjakan dengan partisipasi seluruh rakyat, untuk seluruh rakyat dan dibawah pimpinan atau pemilikan anggota masyarakat. Maka hal diatas yang menjadi landasan mengapa Indonesia menganut sistem ekonomi campuran.

  Indonesia membentuk sebuah sistem perekonomian baru yang kita kenal dengan nama “SISTEM EKONOMI PANCASILA” Mengapa Indonesia menamainya demikian? Sebagai bangsa Indonesia pasti tau dong kalau Pancasila yang sering kita bacakan saat upacara merupakan dasar alias fondasi dari negara kita. Makanya sistem ekonominya pun menjadikan asas asas pancasila yang “terkendali” sebagai sistem perekonomiannya.


2.2 Sejarah Sistem Perekonomian Indonesia ?
   Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan Eropa serta samudra Pasifik dan Hindia, sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua. Salah satu jalan sutra, yaitu jalur sutra laut, ialah dari Tiongkok dan Indonesia, melalui selat Malaka ke India. Dari sini ada yang ke teluk Persia, melalui Suriah ke laut Tengah, ada yang ke laut Merah melalui Mesir dan sampai juga ke laut Tengah (Van Leur). Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad pertama sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia dengan daerah-daerah di Barat (kekaisaran Romawi). Perdagangan di masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme politik, dimana pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak. Tak ada proteksi terhadap jenis produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang “mampir”.

Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah dikenal di masa itu, namun pemakaian uang baru mulai dikenal di masa kerajaan-kerajaan Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah di Cirebon. Namun penggunaan uang masih terbatas, karena perdagangan barter banyak berlangsung dalam sistem perdagangan Internasional. Karenanya, tidak terjadi surplus atau defisit yang harus diimbangi dengan ekspor atau impor logam mulia.
Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah, penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan.Hal itu disebabkan, kekuasaan dan kekayaan kerajaan-kerajaan di Sumatera bersumber dari perniagaan, sedangkan di Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan perniagaan. Di masa pra kolonial, pelayaran niaga lah yang cenderung lebih dominan. Namun dapat dikatakan bahwa di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan perniagaan sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia, bahkan hingga saat ini.
Seusai masa kerajaan-kerajaan Islam, pembabakan perjalanan perekonomian Indonesia dapat dibagi dalam empat masa, yaitu masa sebelum kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan masa reformasi.

SEBELUM KEMERDEKAAN
Sebelum merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa periode. Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda,Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena keburu diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia, rasanya perlu membagi masa pendudukan Belanda menjadi beberapa periode, berdasarkan perubahan-perubahan kebijakan yang mereka berlakukan di Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia saat itu).

Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)
Belanda yang saat itu menganut paham Merkantilis benar-benar menancapkan kukunya di Hindia Belanda. Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris).
Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :
 
  • Hak mencetak uang
  • Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai 
  • Hak menyatakan perang dan damai 
  • Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri 
  • Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC.
Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang dan jalur-jalur pelayaran yang dikuasainya adalah untuk menjamin monopoli atas komoditi itu. VOC juga belum membangun sistem pasokan kebutuhan-kebutuhan hidup penduduk pribumi. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten (pajak hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli itu. Disamping itu, VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan). Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia.
Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik ton.
Namun, berlawanan dengan kebijakan merkantilisme Perancis yang melarang ekspor logam mulia, Belanda justru mengekspor perak ke Hindia Belanda untuk ditukar dengan hasil bumi. Karena selama belum ada hasil produksi Eropa yang dapat ditawarkan sebagai komoditi imbangan,ekspor perak itu tetap perlu dilakukan. Perak tetap digunakan dalam jumlah besar sebagai alat perimbangan dalam neraca pembayaran sampai tahun 1870-an.
Pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :
  • a.Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar, terutama perang Diponegoro.
  • b.Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar.
  • c.Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri.
  • d.Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.
Maka, VOC diambil-alih (digantikan) oleh republik Bataaf (Bataafsche Republiek).
Republik Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau balau. Selain karena peperangan sedang berkecamuk di Eropa (Continental stelstel oleh Napoleon), kebobrokan bidang moneter sudah mencapai puncaknya sebagai akibat ketergantungan akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang kini terhambat oleh blokade Inggris di Eropa.
Sebelum republik Bataaf mulai berbenah, Inggris mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda.

Pendudukan Inggris (1811-1816)
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Sesuai dengan teori-teori mazhab klasik yang saat itu sedang berkembang di Eropa, antara lain :
  • a.Pendapat Adam Smith bahwa tenaga kerja produktif adalah tenaga kerja yang menghasilkan benda konkrit dan dapat dinilai pasar, sedang tenaga kerja tidak produktif menghasilkan jasa dimana tidak menunjang pencapaian pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, Inggris menginginkan tanah jajahannya juga meningkat kemakmurannya, agar bisa membeli produk-produk yang di Inggris dan India sudah surplus (melebihi permintaan).
  • b.Pendapat Adam Smith bahwa salah satu peranan ekspor adalah memperluas pasar bagi produk yang dihasilkan (oleh Inggris) dan peranan penduduk dalam menyerap hasil produksi.
  • c.The quantity theory of money bahwa kenaikan maupun penurunan tingkat harga dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar.
Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :
  • a.Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.
  • b.Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
  • c.Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun.

Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat.
Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya, antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram–yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat imbalan–dan memotivasi para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang masuk gudang).
Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda, ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka datangkan ke Hindia Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi nonagraris.
Jelasnya, dengan menerapkan cultuurstelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.

Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)

Adanya desakan dari kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada :
  • a.Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap tanah.
  • b.Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
  • c.Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas, pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang sesungguhnya.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
Pendudukan Jepang (1942-1945)ÿ
Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor.
seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.


2.3 Tokoh-Tokoh Sistem Perekonomian Indonesia

Muhammad Hatta
 Muhammad Hatta adalah seorang petriot bangsa yang mendedikasikan dirinya semi kesejahteraan rakyat dan bangsa indonesia.
hatta yang terlahir pada 12 Agustus 1902,mendapatkan pendidikan tingginya di belanda.
kehidupan mahasiswa yang begitu dinamis,mau tidak mau,menempa hatta muda menjadi seorang manusia unggul yang sanggup berjuang demi kemerdekaan indonesia. Konsep ekonomi dotong royong yang didengung-dengungkankannya,akhirnya,menjadi landasan sistem koperasi indonesia.

sangking getolnya dengan konsep ekonomi gotng-royong ini, Hatta dijadikan Bapak koperasi indonesia dan tanggal lahirnya di peringati sebagai hari koperasi. Kehidupannya yang sangat sederhana hingga untuk membeli sepasang sepatu bermerek pun beliau tak mampu, sangat menginspirasikan orang lain.

kwik kwian gie
 kwik kwian gie yang pernah menjabat sebagai menteri koordinator ekonomi (1999-2000) dan menteri Perencanaan Pembangunan Nasional & Ketua Bappenas (2001-2004), kini memang sudah agak jarang terdengar. Namun,kwik yang merupakan adik Soe Hok Gie,tokoh pergerakan mahasiswa pada 1960-an,adalah seorang sosok pribadi ekonomi yang sangat berdedikasi,jujur,dan apa adanya.

kwiklah yang berani membuat tuliasan penuh kritikan terhadap Soeharto ketika pemerintah Soeharto masih sangat kuat. Kwiklah yang dengan lantang menyuarakan adanya kebobrokan dalam dunia usaha di indonesia yang penuh dengan korupsi,kolusi,dan nepotisme kebablasan.

Kwik juga yang mengkritik habis-habisan sistem ekonomi neoliberalisme yang dituduhkan kepada Budiono (wakil presiden sekarang) dan Sri Mulyani (mantan Menko Ekonomi). Kwik sangat peracaya bahwa ekonomi yang pas bagi indonesia adalah ekonomi kerakyatan.

kwik sangat percaya bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan dan meningkatkan kesejahteraannya. Tulisannya di beberapa surat kabar nasional sudah cukup menunjukan siapa dan bagaimana pandangannya terhadap ekonomi mikro dan akro indonesia.

Anggito Abimanyu
 Anggito Abimanyu mengaku sebagai seorang musisi yang menyambi sebagai seorang ekonom dan pegawai negri. Beliau yang berasal dari Yogyakarta ini memang mahir memainkan berbagai alat musik. Permainanya sangat pro dan sudah diakui hingga tingkat internasional.

Bersama dengan Dwiki Darmawan,Beliau sering menampilkan permainan yang sangat mempersona. Abimanyu kimi kembali ke UGM dan mengajar lagi,Namun pemikirannya terkini yang sempat menjadi bahan diskusi adalah merombak nilai tukar uang rupiah dan isu yang berkaitan dengan pencalonannya sebagai pengganti Sri Mulayani.

Bintang iklan produk herbal ini sepertinya tidak trlalu ambil pusing dengan semua itu. Baginya bermain basket dan bermusik lebih menyenangkan daripada memikirkan apa tanggapan orang terhadap isu-isu yang mengelilingi dirinya, Kesederhanaan ahli ekonomi ini sangat terlihat dari sikap dan pembawaannya sehari-sehari. Mungkin juga ini merupakan cita orang-orang UGM. Yogya telah menempanya menjadi seorang yang low profile.


2.4 Ciri-Ciri Sistem Perekonomian Indonesia
• Sistem ekonomi campuran.
Gabungan dari sistem perekonomian liberal dan sosialis
Ciri-cirin sistem ekonomi campuran :
  1. Pemerintah dan swasta bersama dalam melakukan kegiatan ekonomi
  2. Negara menguasai sektor usaha vital dan mengendalikan perekonomian
  3. Swasta atau perorangan diberi kebebsan untuk berusaha diluar sektor vitalPemerintah berperan membina dan mengawasi swasta
Contoh : Afrika, amerika latin, asia
Sistem Ekonomi Pancasila.
Jadi langsung aja Ciri-ciri dari sistem ekonomi Pancasila adalah sbb:
  1. Mekanisme pembentukan harga pasar terkendali
  2. Pemilikan atas Individu diakui namun tidak menguasai hajat hidup laya orang banyak. Jika mengandung unsur itu maka akan dikuasai oleh negara.
  3. Adanya kompetisi atau persaingan antar individu untuk meningkatkan taraf kehidupan masing-masing
  4. Pengelolan ekonomi tidak dikuasai pasar sepenuhnya namun pemerintah juga menguasai bagian BUMN, BUMD serta UKM(Unit Kerja Masyarakat) serta mengatur permodalan.
  5. Keputusan diambila secara Desentralisasi, Musyawarah, serta Mufakat.
Sistem Perekonomian Indonesia telah diatur dan diarahkan oleh Pancasila, Undang-Undang dasar 1945 Terutama pasal 33 serta GBHN Sehingga dalam penerapannya harus menghindari hal-hal negatif sbb:
  1. Sistem Persaingan bebas (Free fight Liberalism)
  2. Negara serta aparatur ekonomi bersifat dominan (Sistem Etatisme)
  3. Memonopoli (Menguasai kekuatan ekonomi secara sepihak)
Unsur kapitalisme dan sosialisme yang ada dalam sistem ekonomi Indonesia dapat dilihat dari sudut berikut ini:
  1.  Pendekatan faktual struktural yakni menelaah peranan pemerintah dalam perekonomian:
 Pendekatan untuk mengukur kadar campur tangan pemerintah menggunakan kesamaan Agregat Keynesian. Rumus ekonomi makro
Y = C + I + G + (X-M)
Y adalah pendatan nasional.
C adalah Consumption atau konsumsi kkonsumen
Berdasarkan humus tersebut dapat dilihat peranan pemerintah melalui variable G (pengeluaran pemerintah) dan I (investasi yang dilakukan oleh pemerintah) serta (X-M) yang dilakukan oleh pemerintah. Pengukuran kadar pemerintah juga dapat dilihat dari peranan pemerintah secara sektoral terutama dalam pengaturan bisnis dan penentuan harga. Pemerintah hampir mengatur bisnis dan harga untuk setiap sector usaha.
 
• Sistem ekonomi tradisional

Sistem ekonomi yang masih terikatdengan adat istiadat, kebiasaan dan nilai budaya setempat. Jadi sistem perekonomian yang tercipta dalam suatu daerah tertentu yang sesuai dengan penghuni setempat.
Berikut ciri-ciri sistem perekonomian tradisional :
  1. Alat produksi sederhana karena daerah yang terpencil sehingga kurang pembaharuan dalam hal tekhnologi
  2. Jumlah barang atau jasa rendah karena penduduk stempat pun sangat rendah tingkat dan daya beli mereka
  3. Produktivitas rendah karena pasar sedikit
  4. Masiih barter yaitu tukar menukar barang dengan barang lainnya
  5. Masih bercocok tanam karena sebagian besar daerah persawahan

• Sistem ekonomi kapitalis
Sistem ekonomi yang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memilih dan melakukan usaha sesuai keinginan dan keahliannya. Secara umum karakteristik ekonomi kapitalisme adalah :
  1. Faktor-faktor produksi (tanah, modal, tenaga kerja) dimiliki dan dikuasai oleh pihak swasta
  2. Pengambilam keputusan ekonomi bersifat desentralisasi, diserahkan kepada pemilik faktor dan akan dikoordinir oleh mekanisme pasar yang berlaku.

Berikut ciri-ciri sistem perekonomian kapitalis :
  1. Hak milik perorangan di akui oleh pihak berkuasa
  2. Individu bebas melakukan kegiatan ekonomi
  3. Jenis, jumlah, dan harga barang ditentukan kekuatan pasar
  4. Adanya persaingan bebas
  5. Kegiatan ekonomi (produksi, distribusi dan konsumsi) diserahkan kepada swasta
Contoh : Amerika serikat dan eropa

• Sistem perekonomian sosialis

Yaitu sistem yang seluruh kegiatan ekonomianya direncanakan, dilaksanakan, dan di awasi oleh pemerintah secara terpusat.
Ciri-ciri sistem ekonomi sosialis :
  1. Alat-alat dan faktor produksi dikuasai negara
  2. Kegiatan ekonomi sepenuhnya diatur negara
  3. Harga barang atau jasa ditentukan pemerintah
  4. Hak milik perorangan tidak diakui
Contoh : kuba, korea, RRC


 BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
  • Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut.
  • Berdasarkan UUD 1945 pasal 33 ayat 1,2 dan 3 menjelaskan 3 menjelaskan tiga pelaku utama yang menajadi kekuatan sistem perekonomian di indonesia, yaitu Perusahaan Negara(Pemerintah, Persuhaan swasta dan koperasi.

3.2 Saran
         Kita sebagai warga Negara Indonesia haruslah mengerti seluk beluk sistem perekonomian kita, yakni sistim perekonomian indonesia. Karena hal tersebut sangatlah penting untuk mengatur perekonomian kita sendiri. Hanya yang siap dan mempertahankan, agar dapat menyongsong kehidupan yang baru dengan mudah.



DAFTAR PUSAKA


Selasa, 08 Januari 2013

Hubungan Komunikasi dan Kepemimpinan dalam Organisasi


KOMUNIKASI

Komunikasi berasal dari kata Latin Communicare yang berarti sama atau menjadikan milik bersama. Kalau kita berbicara atau berkomunikasi dengan orang lain, berarti kita berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain tersebut menjadi miliknya. Secara lebih spesifik, Pengertian atau definisi komunikasi dapat disimpulkan dari berbagai istilah komunikasi berdasarkan pencetusnya.

Onong Cahyana Effendi
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media).


KEPEMIMPINAN

Dalam bahasa Indonesia "pemimpin" sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.

Istilah pemimpin, kemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama "pimpin". Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda.

Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan "pemimpin".
Pemimpin jika dialihbahasakan ke bahasa Inggris menjadi "LEADER".



KESIMPULAN

Jadi, pentingnya hubungan komunikasi dan kepemimpinan dalam organisasi adalah untuk memperbaiki organisasi itu sediri. Serta kemajuan organisasi, dimana suatu organisasi biasa sikatakan sukses apabila hubungan komunikasi antar anggota berjalan harmonis. Begitu pula kepemimpinan sangat diperlukan bila organisasi ingin sukses. Karena kepemimpinan mempengaruhi aktifitas-aktifitas sebuah kelompok kearah pencapaian tujuan bersama.


Sumber :
http://deviyuliaekaputri.blogspot.com/2011/10/pengertian-motivasi-komunikasi-dan.html

Rabu, 02 Januari 2013

Jelaskan proses pengambilan keputusan


  proses pengambilan keputusan

Di dalam sebuah organisasi banyak terdapat proses-proses pelaksanaan agar supaya organisasi tersebut dapat berjalan. Diantaranya adalah Proses yang mempengaruhi pengambilan keputusan. dimana dalam proses ini manajer atau pimpinan berperan sebagai orang yang mempengaruhi bawahannya agar dapat mengikuti apa yang telah dirancang dan dipikirkan oleh manajer.



Dalam proses mempengaruhi terdapat beberapa metode-metode. Diantaranya yang dijelaskan oleh kelompok 3 adalah :



Ø  Kekuatan fisik, metode ini dilakukan menggunakan fisik, seperti menggunakan tangan dalam mempengaruhi individu maupun kelompok (berhubungan dengan kekerasan).

Ø  Penggunaan sanksi, metode ini dilakukan dengan memberikan sanksi kepada individu maupun kelompok, sanksi yang diberikan berupa sanksi positif maupun negatif.

Ø  Keahlian, metode ini dilakukan dengan keahlian, seseorang yang mempengaruhi mempunyai keahlian dalam mempengaruhi individu maupun kelompok.

Ø  Kharisma (daya tarik), pada metode ini seseorang yang dipengaruhi akan tertarik kepada orang yang mempengaruhi, karena orang tersebut memiliki kharisma tanpa harus menggunakan kekuatan fisik, sanksi maupun keahlian.



Selain metode-metode terdapat cakupan atau kepada siapa pengaruh itu ditujukan. Diantaranya pengaruh dapat ditujukan kepada antar individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan individu.



Kemudian ada Proses Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan secara universal didefinisikan sebagai pemilihan diantara berbagai alternative. Pengertian ini mencakup baik pembuatan pilihan maupun pemecahan masalah.

Sebutkan contoh konflik yang terjadi dalam organisasi



KONFLIK DALAM ORGANISASI

Didalam Organisasi tidak dapat di pungkiri pasti terdapat suatu konflik, konflik ini terjadi karena setiap orang-orang yang terlibat organisasi pasti mempunyai visi, misi , dan karakter yang berbeda, akan tetapi tidak semua konflik merugikan, asalkan konflik tersebut ditata dengan baik maka dapat menguntungkan organisasi.

Pengertian Konflik


Konflik dapat diartikan sebagai Perbedaan pendapat antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Anggota-anggota organisasi yang mengalami ketidaksepakatan tersebut biasanya mencoba menjelaskan duduk persoalannya dari pandangan mereka.

Konflik Dalam Organisasi di Indonesia 

Konflik adalah suatu permasalahan tak terduga, yang harus diselesaikan secara adil. Konflik berbagai jenis, muncul dengan sendirinya. Penyebab konflik terjadi jika ada seorang anggota yang melakukan kesalahan. Konflik juga sangat penting, jika tak ada konflik maka tak ada perubahan yang terjadi. 


Sebutkan sebab-sebab timbulnya konflik


Timbulnya Konflik.
  Salah satu masalah yang paling mendesak dalam bidang hubungan internasional adalah masalah sebab-sebab terjadinya perang. Mengapa suatu perang / konflik sangat sering terjadi dalam dunia internasional? Apakah perang merupakan suatu penyakit dalam sistem sosial manusia, suatu kegilaan kolektif, atau sekedar kecelakaan seperti halnya seseorang jatuh dari tangga?


 Perang merupakan salah satu kegiatan manusia yang dipelajari secara hati-hati. Puluhan ribu buku mengenai perang telah banyak ditulis. Ada pula beberapa jurnal yang khusus dibuat dengan fokus analisis mengenai perang, seperti Journal of Conflict Resolution di Amerika Serikat, Journal of Peace Research di Norwegia, dan Peace Research Reviews di Kanada. Penelitian tentang perdamaian banyak melahirkan temuan ilmiah dan menumbuhkan beberapa aliran pemikiran yang berbeda. Teori-teori mengenai sebab-sebab perang dan konflik akan dicoba dikupas dalam makalah ini dan sebagian usul dan temuan yang paling penting dari para penstudi konflik.

  • Keraguan dan kecurigaan mulai mengemuka, dan iklim di antara kelompok-kelompok merosot. 
  • Persepsi atas kelompok luar menjadi terdistorsi atau terstereotipkan dan terpolarisasikan, dengan komentar komentar verbal yang memisahkan kelompok-kelpmpok yang “baik” dari kelompok-kelompok yang “buruk” .
  • Kepatuhan dan perasaan perasaan yang berkaitan seperti keramahan, kertetrarikan , keakraban dan kepentingan.
  • Kepatuhan kepada norma kelompok dan konformitas juga meningkat daklam setiap kelompok 
  • Kelompok-kelompok mempersiapkan diri merka sendiri bagi kepemimpinan dan pengarahan yang lebih otoritarian. 
  • Prilaku memusuhi, hubungan komunikative yang berkurang dan tanda2 lain hubungan antar kelompok menjadi tampak. Pemisahan komplet sama-sama diharapkan dan setiap bentuk usaha yang positif terhenti. 


Teori-teori sebab dari munculnya sebuah perang dan konflik.
Penelitian ilmiah mengenai perang didasarkan pada sebuah asumsi pokok, yakni bahwa pola baku dan keteraturan dalam tingkah laku konflik dapat diidentifikasi secara sistematis. Bila asumsi ini salah / tidak benar dalam artian tingkah laku perang ternyata brsifat acak, luar biasa, atau unik, maka penelitian seperti ini tidak akan produktif. Namun para peneliti konflik beserta sejarawan dan para diplomat telah sepakat bahwa memang ada prinsip-prinsip baku yang mendasari berbagai macam tingkah laku konflik. Dalam mengungkap 15 belas penyebab terjadinya perang, sebelumnya kita dapat mengasumsikan bahwa perang atau konflik merupakan suatu pelaksanaan terorganisir atas perselisihan bersenjata antar kelompok sosial dan antar negara. Definisi ini juga bisa diterapkan dalam suatu fenomena konflik internasional.[1]

No. Teori Penyebab Perang dan Konflik
1 Ketimpangan Kekuasaan
2 Transisi Kekuasaan
3 Nasionalisme, Separatisme, dan Iredentisme*
4 Darwinisme Sosial Internasional
5 Kegagalan komunikasi akibat kekeliruan persepsi dan dilema keamanan
6 Kegagalan komunikasi akibat ironi atau kesalahan teknis
7 Perlombaan senjata
8 Kekompakan internal melalui konflik eksternal
9 Konflik internasional akibat perselisihan internal
10 Kerugian relatif
11 Naluri agresi
12 Rangsangan ekonomis dan ilmiah
13 Kompleks industri militer
14 Pembatasan penduduk
15 Penyelesaian konflik melalui kekerasan
*Iredentisme : motif untuk menguasai suatu wilayah secara sepihak.

1. Ketimpangan Kekuasaan.
Merupakan kondisi yang paling ditakuti oleh banyak pemerintahan. Yakni suatu kondisi yang tidak disukai berupa distribusi kekuasaan yang tidak merata. Secara umum diyakini bahwa apapun pangkal tolaknya, perang cenderung bisa dicegah bila kekuasaan antara kedua belah pihak yang saling berhadapan cukup seimbang. Sebaliknya, bila terjadi ketidakseimbangan, maka akan cenderung terjadi agresi. Pemeliharaan perdamaian internasional mengharuskan kemajuan teknologis dan kemajuan lainnya dari kedua belah pihak tetap sepadan dan merata. Para penganut Real Politics yakin bahwa peristiwa dan masalah yang mengarah ke arah konflik selalu ada dan bahwa penyebab langsung pecahnya perang biasanya karena gagalnya penyeimbangan kekuasaan secara simetris. Prinsip dasar doktrin ini adalah : Bila anda ingin damai, bersiaplah untuk berperang.
Namun dalam konflik antara pihak yang berusaha menciptakan redidtribusi nilai-nilai utama dan pihak yang ingin mempertahankan status qou, ketimpangan kekuasaan justru dapat melindungi perdamaian (antara yang ofensif dan defensif dapat dibedakan secara jelas). Bila pihak defensif lebih unggul, maka agresi akan teredam dan kerusakan keseimbangan akan tercegah. Namun bila pihak yang ofensif yang lebih unggul, maka akan lebih besar kemungkinan pecahnya suatu perang.
Jadi pada intinya, jika pihak ofensif dan defensif terlihat jelas, perdamaian akan lebih terjamin bila yang nonrevolusioner lebih unggul.[2]

2. Transisi Kekuasaan.
Salah satu adaptasi istimewa dari teori ketimpangan kekuasaan sebagai penyebab konflik internasional adalah teori transisi kekuasaan. Unsur unik teori ini terletak pada fokusnya. Teori ini tidak memusatkan perhatiannya atas ketimpangan yang ada, melainkan pada perkembangan ketimpangan itu dalam menggoyahkan perimbangan internasional. Proses penggoyahan itu bertumpu pada pertumbuhan kilat kekuatan negara-negara yang ingin merombak status-quo internasional yang diciptakan dan dilindungi oleh negara dominan. Teori ini berpendapat bahwa negara-negara dibedakan oleh kapabilitas kekuasaan relatif dan kepuasan atau ketidakpuasan mereka terhadap sistem internasional yang berlaku. Transisi kekuasaan ditandai dengan tantangan mendadak dan kuat terhadap status-quo yang bersumber dari kemajuan internal yang cepat dalam kapabilitas kekuasaan. Jika hal ini terjadi di negara yang puas akan sistem internasional yang ada, maka kemungkinan terjadi suatu transisi akan kecil, lain halnya dengan jika situasi ketidakpuasan terjadi pada negara yang tidak diikutsertakan dalam proses pembuatan norma yang kini berlaku dalam sistem internasional, maka hal itu akan menjadikan negara yang bersangkutan akan dipandang sebagai tantangan oleh negara-negara dominan.[3]
Kerawanan akan mereda jika negara yang bersangkutan tidak merasakan adanya perubahan.[4]

3. Nasionalisme, Separatisme dan Iredentisme.
Nasionalisme merupakan suatu identitas  kelompok kolektif secara emosional mengikat banyak orang menjadi satu bangsa. Bangsa menjadi sumber rujukan dan ketaatan tertinggi bagi setiap individu, sekaligus identitas nasional. Identitas kelompok yang aneh dan bersifat memaksa ini cenderung menghasilkan konflik satu sama lain. Nasionalisme merupakan faktor penyebab utama dalam terjadinya sebuah perang dan paling banyak menimbulkan pertempuran berdarah.[5]
Dewasa ini, mata rantai utama antara nasionalisme dan perang adalah bangkitnya identitas berbagai penduduk yang pembagian geografisnya menyimpang dari garis batas internasional. Mereka yang merasa tidak menjadi bagian dari suatu negara cenderung merasa sistem negara-bangsa menindas hak asasinya.
Dua bentuk kunci militansi nasionalis merupakan wujud utama perang modern. Yakni bentuk separatis dimana satu kelompok nasionalis berusaha mencoba melepaskan diri dari suatu negara untuk membentuk suatu negara baru. Adapun bentuk iredentis, yaitu suatu negara menuntut diserahkannya suatu wilayah beserta penduduknya yang masih dijadikan bagian dari negara lain.

4. Darwinisme Sosial Internasional.
Darwinisme sosial internasional adalah keyakinan bahwa masyarakat seperti halnya spesies biologi yang berkembang dan maju melalui suatu tahap persaingan. Yang kuat yang akan bertahan, sedangkan yang lemah akan disingkirkan. Para Darwinis memandang sebuah perang sebagai sebuah keharusan yang keji demi kemajuan peradaban. Hubungan internasional dalam hal ini dijadikan sebagai arena perjuangan segala bangsa untuk menentukan nasib global umat manusia. Peranan perang adalah melepaskan kendali keuasaan dari pihak yang lemah dan sekarat ke pihak yang kuat dan dinamis. Dewasa ini, filosofi tersebut sering dikaitkan dengan fasisme. Dalam menonjolkan perang sebagai aspek positif dari fasisme, Benito Mussolini menyatakan : “Fasisme bertolak dari semangat imperialis – yakni kecenderungan berekspansi – yang merupakan wujud vitalitasnya. Adapun kecenderungan sebaliknya, yang akan menjadikannya sebagai negara jinak, fasisme memandangnya sebagai gejala kemerosotan.”[6]

5. Kegagalan Komunikasi Akibat Kekeliruan Persepsi.
Seperti yang telah kita ketahui, para pemimpin nasional dan setiap bangsa melihat satu sama lain melalui kacamata ideologi, dan disertai gambaran-gambaran stereotipe, sehingga mengaburkan komunikasi di antara mereka, baik formal maupun informal.[7] Kekeliruan perseptual dari gejala ini mengacaukan penerimaan pesan dan tanda sehingga mengakibatkan kesalahan persepsi dari kedua belah pihak.[8]
Pihak pemerintah segera kehilangan peluang berkomunikasi secara efektif dengan pihak lawan, kecuali ia bersedia memberi kepercayaan strategis terhadap pesan-pesan dari lawannya tersebut[9].

6. Perlombaan Senjata Dan Dilema Keamanan.
Teori ini berpendapat bahwa pecahnya sebuah perang diakibatkan oleh perlombaan senjata yang secara strategis tidak stabil dan secara politis tidak terkendali. Di sini, negara-negara yang bermusuhan terkunci dalam sebuah siklus ketakutan bersama (suatu proses yang disebut pembentukan reaksi permusuhan). Dalam proses ini, setiap pihak sama-sama merasa terancam. Kesiagaan defensif salah satu pihak dianggap bukti motif ofensif oleh pihak lain, yang selanjutnya mempersenjatai diri sebagai tanggapannya. Semua pihak berusaha saling mengungguli sehingga menumbuhkan perlombaan senjata dan pasukan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Perlombaan ini menyebabkan timbulnya dilema keamanan. Namun ada versi lain mengenai persaingan persenjataan, yaitu bahwa persaingan persenjataan sampai batas tertentu sebenarnya menunjang stabilitas. Kedua versi konsep dasar dilema keamanan ini melahirkan beberapa pendekatan matematis baru bagi studi mengenai kekuatan militer dan perang yang akhirnya sampai mengenai pada kesimpulan bahwa persenjataan benar-benar dapat menimbulkan ketidakamanan.[10]

7. Kekompakan Internal Melalui Konflik Eksternal.
Teori ini memandang bahwa perang sebagai produk kebijakan yang dirancang untuk memantapkan kekompakan kelompok internal dengan mengarahkan semua perhatian mereka ke konflik luar. Ini merupakan proses pemupukan kebersamaan untuk menghadapi musuh bersama. Penerapan teori ini dalam hubungan internasional berarti bahwa perang internasional sebagai cara untuk membangun integrasi lokal dan mengatasi pertikaian internal.[11]

8. Konflik Internasional Akibat Perselisihan Internal.
Berlawanan dengan teori penyebab perang sebelumnya, teori ini menyatakan bahwa di abad ke-20 banyak pertempuran militer internasional yang disebabkan oleh perselisihan domestik. Secara umum, sebenarnya perbedaan antara perang saudara dan perang internasional  semakin kabur, terutama dengan seringnya terjadi intervensi eksternal. Meskipun negara-negara adidaya berusaha mempertahankan perlombaan senjatanya yang simetris untuk menghindari konflik militer langsung, perang-perang saudara di seluruh penjuru dunia dapat merembet menjadi konflik internasional.

9. Kerugian Relatif.
Konsep ini sangat bermanfaat untuk menjelaskan sebab-sebab perang domestik. Konsep ini menegaskan bahwa  pemberontakan politik dan pembangkangan lainnya terjadi bila rakyat merasa apa yang mereka terima kurang dari semestinya. Untuk mencapai perolehan yang lebih besar dalam upaya menebus kekecewaannya, kelompok yang bersangkutan mengambil jalan agresi dan kekerasan politik.[12]

10. Naluri Agresi.
Salah satu teori penyebab perang yang paling populer di kalangan awam adalah gagasan mengenai adanya naluri agresi – sifat haus darah seperti dilukiskan di berbagai film seram. Menurut teori ini, akar peperangan terletak pada naluri berperang atau sifat haus perang yang bersumber dari sifat kebinatangan manusia. Banyak pengamat menyimpulkan, manusia memang gemar berkelahi dan konflik internasional bersumber pada adu kejantanan yang menjurus ke arah sadisme. Penyebab pecahnya perang dapat dilacak dari kecenderungan biologis serta psikopatologis individual dan kolektif.[13]

11. Rangsangan Ekonomi dan Rangsangan Ilmiah.
Teori tentang perang ini memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi ekonomi. Baik perang maupun ancaman perang merangsangan peningkatan kegiatan ilmiah, inovasi teknik, dan kemajuan industri. Dapat dikatakan bahwa aspek ekonomi eksternal utama dari peperangan adalah lonjakan industri tersebut. Perekonomian yang lamban dapat dirangsang melalui penciptaan tuntutan artifisial. Dapat dikatakan pula bahwa perang atau ancaman militer merangsang orang-orang untuk bekerja dan mengupayakan kebangkitan ekonomi. Sekarang, karena pengelolaan ekonomi lebih banyak dilakukan pihak pemerintah, maka pengeluaran militer menjadi faktor paling penting di sebagian besar negara industri.[14]

12. Kompleks Industri Militer.
Menurut teori ini, di negara-negara besar, berbagai kelompok domestik yang berpengaruh dan berkepentingan atas pengeluaran militer serta ketegangan internasional, menggunakan pengaruhnya untuk menciptakan pertentangan antar negara. Mereka adalah kompleks insutri militer yang terdiri dari :
-          Tentara-tentara profesional.
-          Manajer, dan di negara-negara kapitalis, para pemilik industri pemasok perlengkapan militer.
-          Pejabat-pejabat tinggi pemerintah yang karir dan kepentingannya terikat pada pembelanjaan militer, dan
-          Para anggota parlemen yang daerah asalnya diuntungkan oleh proyek pertahanan.
Kompleks ini membenarkan tingginya pengeluaran militer dengan suatu ideologi konflik.

13. Pembatasan Penduduk.
Salah satu rujukan teori Lebensraum Hitler adalah teori mengenai hubungan antara teori mengenai pertambahan penduduk dengan perang yang dirumuskan oleh Sir Thomas Malthus. Dalam buku Essay on The Principle of Population (1798), Malthus menyatakan bahwa penduduk terus bertambah secara geometris, sedangkan sumber-sumber makanan hanya bertambah secara aritmatis. Jadi, “Kekuatan Penduduk Mutlak lebih besar daripada kekuatan bumi menghasilkan makanannya.” Karena penduduk harus sesuai dengan persediaan makanan, maka harus ada kendali pertambahan penduduk. Salah satunya adalah perang.

14. Penyelesaian Konflik Melalui Kekerasan.
Kita sampai pada teori terakhir yang paling umum dan komprehensif. Yakni teori yang menyatakan perang sebagai alat untuk menyelesaikan konflik. Menurut teori pada umumnya, konflik muncul ketika 2 atau lebih kelompok sama-sama menyatakan kepemilikannya atas suatu sumber daya atau posisi yang sama.
Perang adalah sarana untuk membagikan nilai-nilai yang langka itu demi terselesaikannya konflik. Dalam pandangan ini, perang adalah sebuah keputusan yang rasional, dan kebijakan perang ditentukan melalui perhitungan biaya dan keuntungan yang logis.
Kepentingan sekunder memang bisa dikompromikan dengan pihak lawan, namun pimpinan wajib mempertahankan nilai-nilai utama dengan segala cara, bila perlu dengan kekerasan. Perang adalah ultima ratio – pilihan terakhir. Dalam kalimat Walter Lippmann, perang adalah cara dimana keputusan-keputusan besar manusia dibuat.[15]

Kesimpulan.
Banyak teori yang telah dibahas menyatakan bahwa penyebab perang dapat ditemukan dalam persekongkolan, irasionalitas, maksud-maksud tersembunyi, dan pengaruh dari elite tertentu. Kita tertarik pada kesimpulan bahwa orang-orang yang tenang dan jernih pikirannya, yang tidak terlibat dalam industri mesiu atau komando tinggi militer, tidak agresif, serakah atau bengis, yang tidak membenci musuh tanpa alasan atau secara sengaja tidak mau memahaminya, serta yang menganggap gagasan perang sebagai penyia-nyiaan hidup dan harta benda, tidak akan mengorbankan perang melainkan terseret atau tertipu untuk terlibat di dalamnya.
Tetapi kebanyakan perang melibatkan berbagai pertentangan yang sangat nyata antara tujuan-tujuan moral dasar kedua belah pihak. Adalah fakta sejarah, bahwasanya penduduk kedua belah pihak secara sukarela dan tanpa suatu unsur irasionalitas, mendukung kebijakan pimpinan yang dirumuskan secara hati-hati. Dalam upaya menghapuskan perang, para ilmuwan politik tidak boleh mengabaikan proses-proses non-persekongkolan dan sangat rasional dalam kehidupan sosial yang mengubah para pecinta damai menjadi prajurit. Perilaku seperti inilah yang mendasari teori yang menyatakan perang sebagai salah satu instrumen penyelesaian konflik yang rasional.




[1] Teori-teori kunci dalam buku Kenneth Waltz, Man, the State, and War (New York: Columbia University Press, 1965); Quincy Wright, The Study of War, edisi kedua (Chicago: University of Chicago Press, 1965); Karl von Clausewitz, On War (Washington, DC: Infantry Journal Press, 1950), cetak ulang.


[2] Walter S.Jones, Logika Hubungan Internasional (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993) hlm.178-180


[3] A.F.K Organski, World Politics 2nd Edition (New York: Knopf, 1968) Bab 7 dan 8.


[4] Charles F. Douran, War and Power Dynamics, International Studies Quarterly, Desember 1983, hlm.419.


[5] Steven Rosen, A Survey of World Conflict (Pittsburgh: University of Pittsburgh Center of International Studies Preliminary Paper, Maret 1969).


[6] S.William Halperin, Mussolini and Italian Fascism (Princeton, N.J: Van Nostrand, 1964) hlm.152.


[7] H.C.J. Duijker dan N.H.Frijda, National Character and National Stereotypes (Amsterdam: North Holland, 1960) dan O.Klineberg, Tension Affecting International Understanding (New York: Social Science Research Council, 1950), Bulletin 62.


[8] Jack S.Levy, Misperception and The Cause of War, World Politics, Oktober 1983, hlm.76.


[9] Untuk telaah umum mengenai eskalasi dan peranannya dalam komunikasi politik, lihat Herman Kahn, On Escalation (New York: Praeger, 1965).


[10] Stephen J.Majeski, Expectation and Arms Races, American Journal of Political Science, Mei 1985, hlm.217.


[11] Anthony de Reuck dan Julie Knight, Conflict in Society (Boston: Little, Brown, 1966), hlm.32.


[12] Ted Gurr, Why Men Rebel (Princeton, N.J.: Princeton University Press, 1970) dan Journal of Conflict Resolutions, Vol.10, no.3, September 1966, hlm.249.


[13] William McDougall, The Instict of Pugnacity, dalam Leon Bramson dan George Goethals, eds., War: Studies from Psychology, Sociology, and Anthropology (New York: Basic Books, 1964) hlm.33-34.


[14] Op.cit, Walter S. Jones, hlm. 211.


[15] Walter Lippman, The Political Equivalent of War, Atlantic Monthly, Agustus 1928, hlm.181.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites