Minggu, 06 Oktober 2013

PEMILU TAHUN 2014

Pemilu 2014, Menjadi Tumpuan dan Harapan Masyarakat.

Jika tidak ada halangan hajatan besar Indonesia akan melaksanakan tahapan Pemilihan umum memilih DPR, DPRD, DPD pada 9 April 2014.  Anggaran tahapan Pemilu 2014 mencapai Rp 7,3 triliun. Sedangkan untuk anggaran pengadaan dan distribusi logistik Pemilu 2014 sebesar Rp 1,2 triliun.
Pemilu mendatang diharapkan mampu menghasilkan wakil-wakil rakyat yang berkualitas, mampu menterjemahkan kepentingan rakyat secara keseluruhan. Kualitas wakil rakyat tentu tergantung partai politik. Apakah partai politik bisa memberikan yang terbaik atau sebaliknya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah membuka pendaftaran calon sementara calon anggota legislatif. Kegiatan ini juga bagian dari tahapan pelaksanaan untuk melakukan verifikasi, terhadap bakal calon anggota legislatif yang diajukan partai politik.

Kualitas wakil rakyat nantinya sangat erat hubungan dengan bagaimana mekanisme partai politik menjaring kadernya untuk dicalonkan sebagai caleg. Apabila parpol tidak mampu melakukan penjaringan dengan baik, hal itu akan berpengaruh dengan kualitas sumber daya manusia sebagai wakil rakyat nanti. Demikian juga sebalik, jka parpol bisa menentukan caleg yang berkualitas maka kepentingan rakyat sangat mungkin disuarakan secara maksimal.

Keberanian parpol untuk menentukan siapa yang diusung untuk maju sebagai caleg adalah disertai resiko tinggi. Resiko terhadap anggaran yang begitu besar dikeluarkan apabila kualitas SDM dibawah standar.   Anggaran yang sangat besar tentu harus sesuai hasil maksimal. Begitu luas parpol mendapatkan kesempatan waktu untuk menjaring caleg berkualitas, tetapi jika nanti hasilnya bermutu rendah, merupakan pilihan dari sebagian resiko parpol.

Pemilu 2014 adalah menjadi tumpuan harapan masyarakat secara keseluruhan semoga tidak menghasilkan para wakil rakyat yang suka korupsi, suka berbuat analar yang mencoreng wajah parlemen.

Masyarakat tentu sangat berharap, tahapan pemilu 2014 bisa berjalan lancar, aman, sesuai dengan perencanaan awal. Terutama terkait logistik pemilu, yang sering menjadi hambatan, seperti rusaknya kertas suara, kesesuaian jumlah kertas suara, kualitas tinta, kualitas kertas dan lainnya.

Hal itu harus diantisipasi sejak dini untuk menghindari kekacauan logistik dan menjaga kualitas pemilu mendatang.


DEMOKRASI: Merindukan Pemilu 2014 yang Bersih.

Pemilu 2014 sepuluh bulan lagi. Perhelatan lima tahunan ini jelas penting bagi masyarakat. Mereka akan menyalurkan aspirasinya dengan memilih sosok-sosok politisi yang akan duduk di parlemen. Suara yang diberikan semestinya mencerminkan keterikatan masyarakat dengan para wakil rakyat itu.

Masalahnya, memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota tak sesederhana itu. Calon anggota legislatif harus mendapatkan suara terbanyak di suatu daerah pemilihan. Warga pun harus mampu memilah ratusan, bahkan ribuan, nama dan foto calon dalam surat suara untuk DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Dalam kaitan ini, penyelenggara pemilu menyiapkan kerja besar. Parpol diverifikasi dan akhirnya menghasilkan 12 parpol nasional dan 3 parpol lokal di Provinsi Aceh. Kini, Komisi
Pemilihan Umum menjalankan tahapan pencalegan, pemutakhiran data pemilih, persiapan pengadaan barang dan jasa, serta terus menyusun berbagai aturan teknis.
”Kita beruntung. Betapapun sebagian besar orang memandang pemerintahan Orde Baru buruk, tetap saja Orde Baru memberikan jasa yang sangat berarti dalam bentuk pemilu berkala lima tahunan. Kalau tidak ada pengalaman pemilu berkala, pasca-Reformasi negara ini mungkin sudah ambruk,”
kata Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan saat menyampaikan orasi ilmiah 15
Tahun Reformasi, akhir Mei
lalu.
Terkait dengan pemilih, situasinya disebut menjadi lebih kompleks di negara-negara demokrasi baru yang menerapkan desentralisasi berskala luas, yang pada saat sama menerapkan sistem multipartai. Karena itu, pemikiran Anies secara jelas menunjukkan ada dua pendekatan untuk memahami hubungan antara sistem multipartai, pemerintahan multilevel terdesentralisasi, variasi dalam situasi ekonomi daerah, dan keputusan memilih.
Pertama adalah pendekatan yang memberikan penekanan pada desain institusional, yang diadopsi negara yang memungkinkan sebuah negara menilai pihak atau partai mana yang bertanggung jawab terhadap situasi ekonomi negara tersebut.
Kedua, pendekatan yang menekankan, apakah ada alternatif yang kredibel yang bisa dipilih pemilih. Pendekatan ini menyatakan bahwa keputusan pemilih untuk melakukan reward atau punishment terhadap petahana berkaitan dengan kinerjanya. Ini bergantung pula pada apakah tersedia dengan jelas kandidat atau partai alternatif yang kredibel (Anderson, 2000).

Lambat.
Setiap tahapan berlangsung lambat. Verifikasi peserta pemilu membuat dua puluhan parpol tersingkir dan menghasilkan sengketa pemilu yang berlarut-larut. Tidak hanya di Badan Pengawas Pemilu, penyelesaian sengketa juga diupayakan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Keterbukaan peluang untuk mempertanyakan dan menggugat adanya pelanggaran di setiap tahapan bermanfaat untuk menjaga akuntabilitas tahapan pemilu. Namun, yang terlihat adalah perseteruan dan persaingan Bawaslu dan KPU.
Bawaslu dengan kewenangan barunya untuk menangani sengketa pemilu dan sengketa tata usaha pemilu meradang ketika KPU menolak putusan yang terkait dengan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Puncaknya, Bawaslu mengadukan KPU melanggar kode etik kepada DKPP.
Padahal, saat penyelenggaraan pemilu, sinergi antara KPU dan Bawaslu sangat dibutuhkan. Hajatan besar ini tak akan terwujud maksimal tanpa pengawasan baik. Kedua lembaga penyelenggara pemilu itu perlu membuktikan kinerjanya kepada masyarakat.
Kendati masih ada kekurangan di banyak aspek, tahapan pemilu menunjukkan hasil kerja KPU. Sementara Bawaslu terlihat kedodoran. Dalam sidang penanganan sengketa verifikasi calon peserta pemilu, Bawaslu umumnya tidak menggunakan data hasil pengawasan jajarannya. Laporan 25 halamannya pun lebih berupa laporan kegiatan dengan temuan yang sangat minim. Kalaupun ada dugaan, isinya hanya kesimpulan yang tidak ditunjang data lengkap.
Kesulitan Bawaslu bisa dipahami. Saat tahapan verifikasi parpol peserta pemilu, Bawaslu baru membentuk Bawaslu di 26 provinsi. Sisanya, pengawasan dilakukan Panwas Pilkada, lembaga pengawas ad hoc yang dibentuk saat pilkada. Namun, sesungguhnya Bawaslu bekerja sama dengan pemantau dan perguruan tinggi untuk memantau sub-tahapan verifikasi faktual parpol di 130 kabupaten/ kota di 33 provinsi.

Melanggar Kode Etik.
Sementara itu, DKPP sebagai penjaga etik tak kalah sibuk memberhentikan anggota-anggota KPU atau Bawaslu yang dianggap melanggar kode etik. Penyelenggara pemilu yang berpihak jelas tak bisa ditoleransi dan harus diberhentikan. Namun, kesalahan administrasi tidak sepatutnya diganjar dengan pemberhentian.

Ada 70 anggota KPU di sejumlah daerah yang diberhentikan sejak 2012 dengan berbagai alasan. Akibatnya, KPU provinsi atau KPU pusat pun harus mengambil alih pekerjaan yang ditangani KPU daerah. Misalnya, KPU Jawa Timur kini mengerjakan persiapan Pilkada Jawa Timur, melaksanakan tahapan Pemilu 2014, serta mengambil alih pekerjaan KPU Lumajang dan Pamekasan. Beban bertumpuk, tetapi semua tetap harus dikerjakan.
Banyak harapan, DKPP tegas menjaga etik, tetapi tidak terlampau mempersoalkan kesalahan administrasi. Kesempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu yang rumit dirasa tak mungkin. Pagar pelindung penyelenggara pemilu hanyalah independensi. Di sisi lain, politisi juga semestinya konsekuen dengan berbagai persyaratan dan aturan yang ditetapkan dalam perundang-undangan.
Atas perjalanan yang terseok- seok itu, Ray Rangkuti, pengamat pemilu, mengatakan, sistem pemilu dan penyelenggaraannya sudah benar. Yang kosong adalah komitmen parpol yang kerap menyalahkan sistem. Padahal, itu terjadi akibat ketidakpahaman parpol dalam memahami aturan.
Kini, komitmen penyelenggara juga patut ditagih oleh rakyat. Pemilu yang bersih, jujur, adil, terbuka, dan independen tentu menjadi harapan bangsa ini.


Tanggapan serta Solusi.

Tanggapan Saya, “ Pemilu tahun 2014 ini harus benar-benar menjadi harapan seluruh Masyarakat Indonesia, karena kami sebagai Warga Indonesia sangat ingin melihat Negara ini lebih baik dan lebih maju lagi dalam semua bidang, hususnya di Negara bagian Asia Tenggara. “
Solusinya, “ dengan komunikasi dan pendekatan antara Pemerintah dengan Bangsanya sendiri harus bisa lebih baik lagi, agar bisa tercapai tujuan seluruh Rakyat Indonesia. “


Referensi :





Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites