Kamis, 27 Maret 2014

PENALARAN INDUKTIF

Penalaran merupakan pemikiran, logika, pemahaman. Penalaran adalah proses berpikir yang dapat menghasilkan pengertian atau kesimpulan. Penalaran berlawanan dengan panca indera karena, nalar didapat dengan cara berpikir sehingga dapat mengetahui suatu kebenaran.

Induktif merupakan hal yang dari khusus ke umum. Sehingga dapat dikatakan berpikir induktif adalah pola berpikir melalui hal-hal yang dari khusus lalu dihubungkan ke hal-hal yang umum.

Penalaran Induktif adalah Proses yang berpangkal dari peristiwa yang khusus yang dihasilkan berdasarkan hasil pengamatan empirik dan mengjasilkan suatu kesimpulan atau pengetahuan yang bersifat umum.

Contoh penalaran induktif : kucing berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. kelinci berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. Panda berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan.
Kesimpulan : semua hewan yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan.

Pada Penalaran Induktif terdapat beberapa bentuk.

Bentuk-bentuk Penalaran Induktif: 
       a) Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum.

     Contoh:
  • Rivan Pratama adalah bintang film, dan ia berwajah tamapan.
  • Ahmad Prabowo adalah bintang film, dan ia berwajah tampan.
Generalisasi: Semua bintang film berwajah tampan. Pernyataan “semua bintang film berwajah tampan” hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah diselidiki kebenarannya.
Contoh kesalahannya: Sapri juga bintang iklan, tetapi tidak berwajah tampan.

Macam-macam generalisasi :
1. Generalisasi sempurna: Generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.
Contoh: sensus penduduk

2. Generalisasi tidak sempurna: Generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomenayang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki.
Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana pantaloon.

Prosedur pengujian generalisasi tidak sempurna. Generalisasi yang tidak sempurna juga dapat menghasilkan kebenaran apabila melalui prosedur pengujian yang benar.

      b) Analogi
Analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain. Analogi merupakan salah satu proses morfologi dimana dalam analogi, pembentukan kata baru dari kata yang telah ada.

Analogi dilakukan karena antara sesuatu yang diabandingkan dengan pembandingnya memiliki kesamaan fungsi atau peran. Melalui analogi, seseorang dapat menerangkan sesuatu yang abstrak atau rumit secara konkrit dan lebih mudah dicerna. Analogi yang dimaksud adalah anlogi induktif atau analogi logis.

Contoh analogi :
Untuk menjadi seorang pemain bola yang professional atau berprestasi dibutuhkan latihan yang rajin dan ulet. Begitu juga dengan seorang doktor untuk dapat menjadi doktor yang professional dibutuhkan pembelajaran atau penelitian yang rajin yang rajin dan ulet. Oleh karena itu untuk menjadi seorang pemain bola maupun seorang doktor diperlukan latihan atau pembelajaran.


Jenis-jenis Analogi:

1. Analogi induktif :
Analogi induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan. 

Contoh analogi induktif :
Tim Uber Indonesia mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka tim Thomas Indonesia akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.

2. Analogi deklaratif :
Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.

contoh analogi deklaratif :
deklaratif untuk penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan sinergitas antara akal dan hati.

    c) Hubungan Kausal
penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Hubungan kausal (kausalitas) merupakan perinsip sebab-akibat yang sudah pasti antara segala kejadian, serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang mendahuluinya, merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan. Keharusan dan keaslian sistem kausal merupakan bagian dari ilmu-ilmu manusia yang telah dikenal bersama dan tidak diliputi keraguan apapun.

Macam hubungan kausal : 
1.  Sebab- akibat. 
Contoh: Penebangan liar dihutan mengakibatkan tanah longsor. 
 2. Akibat – Sebab. 
Contoh: Andri juara kelas disebabkan dia rajin belajar dengan baik.
3.  Akibat – Akibat.
Contoh:Toni melihat kecelakaan dijalanraya, sehingga Toni beranggapan adanya korban kecelakaan.

    d) Hipotesis dan Teori
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.

Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah terujikebenarannya disebut teori.
Contoh:
Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena langit mendung, maka...) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudia hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.

Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. Sebab, teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur. Cara yang umum digunakan ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu menurunkan tingkat keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris atau ke dalam bentuk proposisi yang dapat diamati atau dapat diukur. Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antar-variabel. Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis.
Jika teori merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-konsep (pada tingkat abstrak atau teoritis), hipotesis merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-variabel (dalam tingkat yang konkret atau empiris). Hipotesis menghubungkan teori dengan realitas sehingga melalui hipotesis dimungkinkan dilakukan pengujian atas teori dan bahkan membantu pelaksanaan pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian. Oleh sebab itu, hipotesis sering disebut sebagai pernyataan tentang teori dalam bentuk yang dapat diuji (statement of theory in testable form), atau kadang-kadanag hipotesis didefinisikan sebagai pernyataan tentatif tentang realitas (tentative statements about reality).

Oleh karena teori berhubungan dengan hipotesis, merumuskan hipotesis akan sulit jika tidak memiliki kerangka teori yang menjelaskan fenomena yang diteliti, tidak mengembangkan proposisi yang tegas tentang masalah penelitian, atau tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan teori yang ada. Kemudian, karena dasar penyusunan hipotesis yang reliabel dan dapat diuji adalah teori, tingkat ketepatan hipotesis dalam menduga, menjelaskan, memprediksi suatu fenomena atau peristiwa atau hubungan antara fenomena yang ditentukan oleh tingkat ketepatan atau kebenaran teori yang digunakan dan yang disusun dalam kerangka teoritis. Jadi, sumber hipotesis adalah teori sebagaimana disusun dalam kerangka teoritis. Karena itu, baik-buruknya suatu hipotesis bergantung pada keadaan relatif dari teori penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut hipotesis penelitian atau hipotesis kerja. Dengan kata lain, meskipun lebih sering terjadi bahwa penelitian berlangsung dari teori ke hipotesis (penelitian deduktif), kadang-kadang sebaliknya yang terjadi.

Sumber:
http://storiangga.blogspot.com/2012/12/pengertian-penalaran-induktif.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Hipotesis

Rabu, 19 Maret 2014

Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.

Faktor – faktor penalaran deduktif
i :

1. Pembentukan Teori
2. Hipotesis
3. Definisi Operasional
4. Instrumen
5. Operasionalisas

B. Variabel pada penalaran deduktif

1. Silogisme Kategorial : Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi.Premis umum : Premis Mayor (My)Premis khusus : Premis Minor (Mn)Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K)Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat simpulan disebut term minor. 

2. Silogisme Hipotesis : Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.Konditional hipotesis : bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.

3. Silogisme Alternatif : Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.

4. Entimen ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh Kalimat Deduktif
1. Burung adalah hewan berkaki dua (premis minor)
2. Semua burung bisa terbang (kesimpulan)
3. Burung adalah hewan (premis mayor)

Pembuktian melalui deduksi adalah sebuah jalan pemikiran yang menggunakan argumen-argumen deduktif untuk beralih dari premis-premis yang ada, yang dianggap benar, kepada kesimpulan-kesimpulan, yang mestinya benar apabila premis-premisnya benar.
Contoh klasik dari penalaran deduktif, yang diberikan oleh Aristoteles, ialah
1. Semua manusia fana (pasti akan mati). (premis mayor)
2. Sokrates adalah manusia. (premis minor)
3. Sokrates pasti (akan) mati. (kesimpulan)

Rantai Deduksi
Penalaran yang deduktif dapat berlangsung lebih informal dari entimem. Orang tidak berhenti pada sebuah silogisme saja, tetapi dapat pula berupa merangkaikan beberapa bentuk silogisme yang tertuang dalam bentuk yang informal.
Contoh :
a. Semua plecing kangkung pedas rasanya. (hasil generalisasi)
Kali ini saya diberi lagi plecing kangkung.
Sebab itu, plecing kangkung ini juga pasti pedas rasanya. (deduksi)
Saya tidak suka akan makanan yang pedas rasanya. (induksi: generlisasi)
Ini adalah plecing kangkung pedas.
Sebab itu, saya tidak suka plecing kangkung ini. (deduksi)
Saya tidak suka makan apa saja, yang tidak saya senangi (induksi:generalisasi)
Saya tidak suka makanan ini.
Sebab itu saya tidak memakannya. (deduksi)
b. Semua jamu pahit rasanya. (hasil generalisasi)
Kali ini saya diberi lagi jamu.
Sebab itu, jamu ini juga pasti pahit rasanya. (deduksi)
Saya tidak suka akan minuman yang pahit rasanya. (induksi: generlisasi)
Ini adalah jamu pahit.
Sebab itu, saya tidak suka jamu ini. (deduksi)
Saya tidak suka minum apa saja, yang tidak saya senangi (induksi:generalisasi)
Saya tidak suka minuman ini.
Sebab itu saya tidak meminumnya. (deduksi)

Sumber :
http://bungamahasiswa.blogspot.com/2012/11/pengertian-penalaran-deduktif.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembuktian_melalui_deduksi
http://seviaindah.blogspot.com/2011/04/contoh-rantai-deduksi.html



Selasa, 11 Maret 2014

PENALARAN

Penalaran merupakan suatu proses berfikir dalam menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan kegiatan berfikir dan bukan dengan perasaan kegiatan berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran atau dapat dikatakan proses pengambilan kesimpulan berdasarkan proposisi-proposisi yang mendahuluinya.


Ciri-ciri penalaran
1. Proses berfikir logis

2. Bersifat analitik analisis merupakan kegiatan berfikir berdasarkan langkah-langkah tertentu
Cara berfikir yang tidak bersifat logis dan analitik bukan termasuk penalaran, misal : intuisi.
Contoh :
Logam 1 dipanasi dan memuai
Logam 2 dipanasi dan memuai
Logam 3 dipanasi dan memuai
Logam 4 dipanasi dan memuai
Jadi : semua logam yang dipanaskan memuai.


Proposisi
Bersamaan dengan terjadinya observasi empiric didalam pikiran, tidak hanya terbentuk pengertian, akan tetapi juga terjadi perangkaian dari kata-kata. Tidak pernah ada pengertian yang berdiri sendiri. Perangkaian pengertian itulah yang disebut dengan proposisi. Dalam proses pembentukan proposisi terjadi dua hal, yaitu :

1) Proses pembentukan proposisi terjadi begitu rupa, sehingga ada pengertian yang menerangkan tentang pengertian yang lain, atau ada pengertian yang diingkari oleh pengertian yang lain. Dengan menggunakan contoh ayam diatas, proses perangkaian kata menghasilkan proposisi “ayam putih itu berkokok”.  “Berkokok” menerangkan tentang “ayam putih”. Pengertian yang menerangkan itu disebut dengan “predikat”, sedang pengertian  yang diterangkan disebut dengan “subyek”.  Kalau predikat disingkat dengan “P” dan subyek disingkat dengan “S”, maka pola proposisi ditulis P=S.  Kalau dalam proses perangkaian itu terjadi pengingkaran, maka proposisi yang terbentuk adalah “ayam putih itu tidak berkokok”  dan pola proposisi ditulis P¹S.


2) Dalam proses pembentukan proposisi itu sekaligus terjadi pengakuan bahwa ayam putih itu memang berkokok., atau bahwa ayam putih itu memang tidak berkokok.  Dari sini jelaslah bahwa proposisi itu mengandung sifat benar atau salah. Sebaliknya pengertian itu tidak ada hubungannya dengan benar atau salah.


Apa yang dinyatakan dalam proposisi seperti diatas adalah fakta, yaitu observasi yang dapat diverifikasi atau diuji kecocokannya secara empirik dengan menggunakan indera.  Proposisi yang terjadi berdasarkan observasi empirik disebut dengan proposisi empirik. Sedangkan proposisi yang sifat kebenaran atau kesalahannya langsung nampak kepada pikiran dan oleh karenanya harus diterima disebut dengan proposisi mutlak.  Lambang proposisi dalah bahasa adalah kalimat berita. Hanya kalimat beritalah yang mempunyai sifat benar atau salah.



Inferensi dan Implikasi
Metode inferensi adalah mekanisme berfikir dan pola-pola penalaran yang digunakan untuk mencapai suatu kesimpulan. Metode ini akan menganalisa masalah tertentu dan selanjutnya akan mencari  jawaban atau kesimpulan yang terbaik. Penalaran dimulai dengan mencocokan kaidah-kaidah dalam basis pengetahuan dengan fakta-fakta yang ada.


Contoh metode inferensi :

Pada suatu hari, Anda hendak pergi kuliah dan baru sadar bahwa Anda tidak memakai kacamata. Setelah diingat-ingat, ada beberapa fakta yang Anda yakini benar:

1. Jika kacamataku ada di meja dapur, aku pasti sudah melihatnya ketika mengambil makanan kecil.
2. Aku membaca buku pemrograman di ruang tamu atau aku membacanya di dapur.
3. Jika aku membaca buku pemrograman di ruang tamu, maka pastilah kacamat kuletakkan di meja tamu.
4. Aku tidak melihat kacamataku ketika aku mengambil makanan kecil.
5. Jika aku membaca majalah di ranjang, maka kacamataku kuletakkan di meja samping ranjang.
6. Jika aku membaca buku pemrograman di dapur, maka kacamata ada di meja dapur.
7. Berdasar fakta tentukan di mana letak kacamata ?


Jawab :
Pernyataan dengan symbol-simbol logika :
p : kacamata ada di meja dapur
q : aku melihat kacamataku ketika mengambil makanan kecil
r : aku membaca buku pemrograman di ruang tamu
s : aku membaca buku pemrograman di dapur
t : kacamata kuletakkan di meja tamu
u : aku membaca majalah di ranjang
v : kacamata kuletakkan di meja samping ranjang

Fakta dapat ditulis :
1.       p → q
2.       r  v s
3.       r → t
4.       ~q
5.       u → v
6.       s → p


Inferensi yang dapat dilakukan :


1.        p → q                                               3. r  v  s
~p ___~q                                            r__ ~s
2.       s → p                                                 4. r → t
~s__~p r___t


Kesimpulan : Kacamata ada di meja tamu


Implikasi adalah Pernyataan majemuk yang menggunakan kata hubung “Jika….maka….”  disebut Implikasi, pernyataan bersyarat, kondisional atau hypothesical dengan notasi
p => q
Dibaca :
1. jika p maka q

2. q jika p
3. p adalah syarat cukup untuk q atau
4. q adalah syarat perlu untuk p

Hukum-hukum Penalaran
Perlu dipahami bahwa “yang benar” tidak sama dengan “yang logis”. Yang benar adalah suatu proposisi. Sebuah proposisi itu benar kalau ada kesesuaian antara subjek dan predikat. YAng logis adalah penalaran. Suatu penalaran dinamakan logis kalau mempunyai bentuk yang tepat, dan sebab itu penalaran itu dipastikan kebenarannya.


Hubungan kebenaran antara premis dan konklusi dapat dirumuskan ke dalam hukum-hukum penalaran sebagai berikut :


Hukum pertama :
apabila benar, konklusi benar
contoh :
Semua manusia akan mati
Ali adalah manusia
Jadi : Ali akan mati
Disini, premis mayor dan premis mayor benar.


Hukum kedua :
apabila konklusi salah, premisnya juga salah
contoh :
Semua manusia akan mati
Malaikat adalah manusia
Jadi : Malaikat akan mati
Disini konklusinya salah, sebab itu premisnya (kedua-duanya atau salah satunya) juga pasti salah. Premis mayor benar. Premis mayor benar, sebab malaikat memang bukan manusia. Jadi konklusi salah karena minornya salah.


Hukum ketiga :
apabila premisnya salah, konklusinya dapat benar atau salah
contoh :
Malaikat itu benda fisik Batu itu malaikat
Jadi : batu itu benda fisik
Disini kedua premisnya salah, tetapi konklusinya benar. Kalau premisnya salah dan konklusinya salah lihat di atas.


Hukum keempat :
apabila konklusi benar, premis dapat benar dapat salah
contoh : konklusi benar premis salah, lihat contoh di atas. Konklusi benar, premis benar, liat contoh pada hukum pertama.



Wujud evidensi
Pada hakikatnya evidensi adalah semua yang ada semua kesaksian,semua informasi,atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran, fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur adukan dengan apa yang di kenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber tertentu.


Cara menguji data, fakta dan autoritas :
Cara menguji data
Data dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa cara yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut.
1. Observasi
2. Kesaksian
3. Autoritas

Cara menguji fakta
Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
1. Konsistensi
2. Koherensi

Cara menguji autoritas
Seorang penulis yang objektif selalu menghidari semua desas-desus atau kesaksian dari tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data eksperimental.
1. Tidak mengandung prasangka
2. Pengalaman dan pendidikan autoritas
3. Kemashuran dan prestise
4. Koherensi dengan kemajuan


Sumber :
http//wikipedia.com
http://obyramadhani.wordpress.com/2010/05/16/penalaran/
http://abdulrazak11.blogspot.com/2013/03/penalaran-evidensi-inferensi.html

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites