Sabtu, 07 Januari 2012

Tugas 9

Agama dan Masyarakat


Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang ati dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agama para tasauf.
Bukti-bukti itu sampai pada pendapat bahwaagama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Agama yang diyakini, merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali pada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial dan invidu dengan masyarakat yang seharusnya tidak bersifat antagonis.
Peraturan agama dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang normative atau menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan.
Contoh kasus akibat tidak terlembaganya agama adalah “anomi”, yaitu keadaan disorganisasi sosial di mana bentuk sosial dan kultur yang mapan jadi ambruk. Hal ini, pertama, disebabkan oleh hilangnya solidaritas apabila kelompok lama di mana individu merasa aman dan responsive dengan kelompoknya menjadi hilang. Kedua, karena hilangnya consensus atau tumbangnya persetujuan terhadap nilai-nilai dan norma yang bersumber dari agama yang telah memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok.
1. Fungsi Agama
Ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari dalam mendiskusikan fungsi agama dalam masyarakat, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. Ketiga aspek itu merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan sejauh mana fungsi lembaga agama memelihara sistem, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan adalah suatu sistem, atau sejauh mana agama dapat mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan tersebut timbul karena sejak dulu hingga sekarang, agama masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.
Manusia yang berbudaya, menganut berbagai nilai, gagasan, dan orientasi yang terpola mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam lembaga situasi di mana peranan dipaksa oleh sanksi positif dan negatif serta penolakan penampilan, tapi yang bertindak, berpikir dan merasa adalah individu itu sendiri.
Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial agama terbentuknya lapisan sosial, perasaan agama, sampai konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga sosial yang menjawab kebutuhan dasar yang dapat dipenuhi oleh nilai-nilai duniawi, tapi tidak menguntik hakikat apa yang ada di luar atau referensi transdental.
Aksioma teori di atas adalah, segala sesuatu yang tidak berfungsi akan hilang dengan sendirinya. Teori tersebut juga memandang kebutuhan “sesuatu yang mentransendensikan pengalaman” sebagai dasar dari karakteristik eksistensi manusia. Hali itu meliputi, Pertama, manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian juga hal penting bagi keamanan dan kesejahteraannnya berada di luar jangkauan manusia itu sendiri. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi kondisi hidupnya adalah terbatas, dan pada titik tertentu akan timbul konflik antara kondisi lingkungan dan keinginan yang ditandai oleh ketidakberdayaan. Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat di mana ada alokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran.
Jadi, seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan; dan agama dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur tersebut.
Fungsi agama terhadap pemeliharaan masyarakat ialah memenuhi sebagian kebutuhan masyarakat. Contohnya adalaha sistem kredit dalam masalah ekonomi, di mana sirkulasi sumber kebudayaan suatu sistem ekonomi bergantung pada kepercayaan yang terjalin antar manusia, bahwa mereka akan memenuhi kewajiban bersama dengan jenji sosial mereka untuk membayar. Dalam hal ini, agama membantu mendorong terciptanya persetujuan dan kewajiban sosial dan memberikan kekuatan memaksa, memperkuat, atau mempengaruhi adat-istiadat.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka norma pun dikukuhkan dengan sanksi sakral. Sanski sakral itu mempunyai kekuatan memaksa istimewa karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi, supramanusiawi, dan ukhrowi.
Fungsi agama di sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama baik antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu adalah, saat individu tumbuh dewasa, maka dia akan membutuhkan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat. Agama juga berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua tidak akan mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadah secara teratur dan kontinu.
Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama. Menurut Roland Robertson (1984), dimensikomitmen agama diklasifikasikan menjadi :
a.Dimensi keyakinan mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran tertentu.
b.Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal yang berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, perbuatan mulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan relatif spontan.
c.Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan dengan suatu perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang singkat.
d.Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
e.Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki konsekuensi paling penting bagi agama. Akibatnya adalah masyarakat makin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalh kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas dan sering kali dengan pengorbanan lingkungan yang sakral. Menurut Roland Robertson, watak masyarakat sekular tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya, sediktnya peranan dalam pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan-kebiasaan agama.
Umumnya, Kecenderungan sekularisasi mempersempit ruang gerak kepercayaan-kepercayaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan anggota-anggotanya.
Hal itu menimbulkan pertanyaan apakahan masyarakat sekuler mampu mempertahankan ketertiban umum secara efektif tanpa adanya kekerasan institusional apabila pengaruh agama sudah berkurang.
2. Pelembagaan Agama
Agama sangat universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang harus diketahui dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur dari agama.
Dimensi ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi-dimensi ini dapat diterima sebagai dalil atau dasar analitis, tapi hubungan antara empat dimensi itu tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya secara utuh.
a.Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya:
  1. Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara mutlak.
  2. Nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.
b.Mayarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
Masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberi arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat, pada saat yang sama, lingkungan yang sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain, agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.
Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan.
Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.
Pengalaman tokoh agama yang merupakan pengalaman kharismatik, akan melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan yang akan menjadi organisasi keagamaan terlembaga. Pengunduran diri atau kematian figure kharismatik akan melahirkan krisis kesinambungan. Analisis yang perlu adalah mencoba memasukkan struktur dan pengalaman agama, sebab pengalaman agama, apabila dibicarakan, akan terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal yang penting untuk dipelajari adalah memahami “wahyu” atau kitab suci, sebab lembaga keagamaan itu sendiri merupakan refleksi dari pengalaman ajaran wahyunya.
Lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola ide-ide dan keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan.
Lembaga ibadah haji dimulai dari terlibatnya berbagai peristiwa. Ada nama-nama penting seperti Adam a.s, Ibrahim a.s, Siti Hajar, dan juga syetan; tempatnya adalah Masjidil-Haram, Mas’a, Arafah, Masy’ar, Mina, serta Ka’bah yang merupakan symbol penting; ada peristiwa kurban, pakaian ihram, tawaf, sa’I, dan sebagainya.
Adam dan Hawa dalam keadaan terpisah, kemudian keduanya berdoa : “Ya, Tuhan kami, kami telah menganiaya diri sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscayalah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S al-A’raf : 23).
Setelah itu Allah SWT memerintahkan Adam untuk ibadah haji (pergi ke sesuatu untuk mengunjunginya). Saat sampai di suatu tempat (Arafah= tahu, kenal), maka bertemulah ia dengan Hawa setelah diusir dari surge. Sebab itu dalam pelaksanaan ibadah haji, ada ketentuan wukuf (singgah).
Nama nabi Ibrahim a.s selalu dikaitkan dengan Ka’bah sebagai pusat rohani agama Islam (Kiblatnya Islam). Pada suatu peristiwa Allah memerintahkan Jibril membawa Ibrahim a.s, Siti Hajar dan Ismail a.s putranya yang masih kecil ke Makkah dari Palestina. Di suatu tempat, Ibrahim a.s atas perintah Allah SWT supaya meninggalkan istri dan putranya. Kemudian Ismail menangis meminta air, tentu saja Siti Hajar menjadi khawatir dan gelisah, maka ia pun berlari mencari air ke bukit Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali.
Setelah itu dengan kuasa Tuhan, memancarlah air dari dekat kaki Ismail (sekarang sumur air Zam-zam). Sebab itu, dalam rukun Haji ada Sa’I (berlari kecil) sebanyak tujuh kali di bukit Shafa dan Marwa. Siti Hajar merupak lambang yang bertanggung jawab, tidak pasrah, perjuangan fisik dan meniadakan diri tenggelam ke dalam samudera cinta.
Kurban dikaitkan resmi dengan ibadah haji. Lembaga ini berhubungan dengan sejarah rohani Ibrahim a.s yang diperintahkan oleh Alla SWT untuk menyembelih putranya Ismail a.s, untuk menguji kesempurnaan tauhidnya. Sewaktu penyembelihan akan dilaksanakan, syetan sempat menggoda Ibrahim a.s agar tidak melaksanakan perintah Allah tersebut. Kemudian Ibrahim dan Ismail melemparkan batu ke arah suara syetan itu berasal. Untuk mengenang peristiwa itu, dalam pelaksanaan ibadah haji diwajibkan melempar jumrah (batu).
Sewaktu Ismail akan disembelih oleh Ibrahim a.s, ternyta Allah menggantinya dengan seekor gibas (domba) jantan. Firman Allah : “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan pergi kesana. Barang siapa yang kafir (terhadap kewajiban haji), maka bahwasanya Allah Mahakuasa (tidak memerlukan sesuatu dari alam semesta)” (Q.S 3:97).
Jadi, kewajiban tersebut, esensinya adalah evolusi manusia menuju Allah dengan pengalaman agama yang penting. Mengandung simbolis dari filsafat “pencptaan Adam”, “sejarah”, “keesaan”, “ideology islam”, dan “ummah”.
Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus, bermula dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi keagamaan yang terlembaga.
Muhammadiyah, sebuah organisasi sosial Islam yang dipelopori oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar. Ayat suci Al-Quran telah memberi inspirasi kepada Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah. Salah satu mottonya adalah, Muhammadiyah diapandang sebagai “segolongan dari kaum” mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan jahat (amar ma’ruf, nahi ’anil munkar)
Dari contoh sosial di atas, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat), dan tingkat organisasi.
Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.

Sumber : Haryawantiyoko.Katuuk, Neltje F.MKDU Ilmu Sosial Dasar.1996.Jakarta:Penerbit Gunadarma

Tugas 8

Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kemiskinan


ARTI FENOMENA TEKNIK PADA MASYARAKATTeknologi memperlihatkan fenomenanya alam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis. Jacques Ellul dalam tulisannya berjudul “the technological society” (1964) tidak mengatakan teknologi tetapi teknik, meskipun artinya sama. Menurut Ellul istilah teknik digunakan tidak hanya untuk mesin, teknologi atau prosedur untuk memperoleh hasilnya, melainkan totalitas metode yang dicapai secara rasional dan mempunyai efisiensi (untuk memberikan tingkat perkembangan) dalam setiap bidang aktivitas manusia. Jadi teknologi penurut Ellul adalah berbagai usaha, metode dan cara untuk memperoleh hasil yang distandarisasi dan diperhingkan sebelumnya.
Fenomena teknik pada masyarakat kini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Rasionalistas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional
  2. Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
  3. Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara otomatis. Demikian juga dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non teknis menjadi kegiatan teknis
  4. Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
  5. Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung
  6. Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan
  7. otonomi artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
STUDI KASUS:
Bakosurtanal: Indonesia Punya Teknologi Geospasial Canggih
Metrotvnews.com, Jakarta: Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), Asep Karsidi menyatakan warga dan pemerintah Indonesia jangan sekedar menjadi pasar bagi teknologi Geospasial dari luar negeri. Menurutnya, Indonesia juga memiliki teknologi geospasial yang tak kalah canggih dari negara-negara maju.
 
Hal ini dikatakannya saat membuka acara Konferensi Asia Geospatial Forum (AGF) tahunan ke-10, di Jakarta, Senin (17/10). Konferensi tersebut merupakan pameran teknologi dan aplikasi geospasial negara-negara Asia.
 
"Forum ini merupakan wahana bagi masyarakat geoinformatika global untuk saling mengenal dan memperlihatkan perkembangan teknologi geospasial," kata Asep saat membuka acara tersebut.
 
Oleh karena itu, Asep mengharapkan dengan adanya acara ini bangsa Indonesia sadar dan terus mengembangkan teknologi geospasial buatan dalam negeri. Indonesia juga diharapkan untuk tidak malu untuk unjuk gigi di hadapan para peserta dari luar negeri.
 
Terlebih, para peserta pameran merupakan pengembang solusi geospasial dari berbagai negara seperti AS, Eropa, India, Jepang, China dan lain-lain yang tergabung dalam Geospatial Media and Communications.
 
Menurut Asep teknologi geospasial dalam negeri pun terus dikembangkan . Misalnya, untuk saat ini, Bakosurtanal sudah meluncurkan "Geospasial untuk Negeri" yang ditandai dengan dirilisnya Geoportal Nasional yang diberi nama Ina-Geoportal.
 
Teknologi ini memuat informasi geospasial standar yang ditampilkan ke dalam suatu aplikasi berbasis web.Selain itu, Bakosurtanal juga meluncurkan Atlas Nasional Indonesia volume III untuk melengkapi atlas nasional volume I dan II.
 
Pasalnya, teknologi Atlas Nasional Indonesia volume I mampu menyajikan informasi terkait karakter fisik dan kondisi alam wilayah Indonesia seperti iklim, geologi, geomorfologi, penutupan lahan, pegunungan, rawan bencana hingga kawasan konservasi.
 
Sedangkan Atlat Nasional Indonesia volume II menyajikan potensi sumber daya alam seperti sumberdaya mineral, air, flora fauna, sebaran ikan, transportasi dan pariwisata.
 
Sementara Atlas Nasional Indonesia volume III menyajikan informasi dengan aspek waktu terkait wilayah, penduduk, sejarah dan budaya yang disusun sistematis menurut periode.
 
Selain pameran teknologi, AGF juga diikuti para ahli di bidang perkotaan, bencana, lahan, pemerintahan, utilitas, infrastruktur dan lainnya yang ingin mencari solusi geospasial dalam pengambilan keputusan.
 
"Informasi geospasial merupakan terobosan ke depan dalam revolusi informasi, dan sedang berkembang dengan kecepatan yang mencengangkan yang disebabkan sifat spasial dan kegunaan visualnya yang luar biasa," kata CEO Geospatial Media, Sanjay Kumar. (Ant/*)
 

Sumber:
http://journal.mercubuana.ac.id/data/ISD-8.doc
http://metrotvnews.com/read/news/2011/10/18/68496/Bakosurtanal-Indonesia-Punya-Teknologi-Geospasial-Canggih

Tugas 7

Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat

Prasangka dan diskriminasi merupakan dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan, perkembangan dan bahkan integrasi masyarakat. Dari peristiwa kecil yang menyangkut dua orang dapat meluas dan menjalar, melibatkan sepuluh orang, golongan atau wilayah disertai yindakan kekerasan dan destruktif yang merugikan.
Perbedaan yang secara sosial dilaksanakan antar lembaga atau kelompok dapat menimbulkan prasangka melalui hubungan pribadi akan menjalar, bahkan melembaga (turun menurun) sehingga tidak heran apabila prasangka ada pada mereka yang tergolong cendekiawan, sarjana, pemimpin atau negarawan. Jadi prasangka pada dasarnya pribadi dan dimiliki bersama. Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian dengan seksama, mengingat bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa atau masyarakat multi etnik.
Perbedaan terpokok antara prasangla dan diskriminatif ialah bahwa prasangka menunjuk pada aspek sikap sedangkan diskriminatif menunjuk pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap ialah kecenderungan untuk berespons baik secara positif atau negatif terhadap orang, objek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui bila ia sudah bertindak atau bertingkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan.

Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak tampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang realistis, sedangkan prasangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh individu masing-masing.
Erhnosentrisme dan Stereotype
Perasaan dalam dan luar kelompok merupakan dasar untuk suatu sikap yang disebut dengan ethnosentrisme
Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi seseorang atau golongan yang bercorak nnegatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif.
Integrasi Masyarakat dan Nasional
Integrasi masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga dan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan, berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama dijunjung tinggi. Dalam hal ini terjadi kerja sama, akomodasi, asimilasi dan berkuranmgnya sikap-sikap prasangka di antara anggota msyarakat secara keseluruhan.

Tugas 6

Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan

1. Masyarakat Perkotaan, Aspek-aspek Positif dan Negatif

A. Pengertian Masyarakat
Kelompok manusia yang disebut masyarakat mengalami proses yang fundamental yaitu: adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para anggota dan timbul perasaan berkelompok secara lambat laun atau I espirit de cerpa.
Masyarakat harus mempunyai syarat-syarat tertentu, antar lain:
1. harus ada pengumpulan manusia dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang
2. telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama disuatu daerah tertentu
 3. adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.

Dipandang dari cara terbentuknya, masyarakat dapat dibagi dalam masyarakat paksaan dan masyarakat merdeka.

B. Masyarakat Perkotaan
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Perhatian khusus masyarakat kota tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan, dan perumahan tetapi mempunya perhatian lebih luas lagi. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota, antara lain:
1. kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dnegan kehidupan keagamaan didesa
2. orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang lain
3. pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata
4. kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota
   daripada warga desa.
5. jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan menyebabkan bahwa interaksi-
    interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi
6. jalan kehidupan yang cepat dikota-kota mengakibtkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota
7. perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata dikota-kota

C. Perbedaan Desa dan Kota
Cri-ciri tersebut antara lain:
1. jumlah dan kepadatan penduduk
2. lingkungan hidup
3. mata pencaharian
4. corak kehidupan sosial
5. stratifikasi sosial
6. mobilitas sosial
7. pola interaksi sosial
8. solidaritas sosial
9. kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional

2. Hubungan Desa dan Kota

Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu smaa lain. Bahkan dalam kedaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan karena diantara mereka saling membutuhkan. ota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu dikota. Mereka ini biasanya adalah pekerja-pekerja musiman.
Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh orang desa seperti bahan-bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, miyak tanah, obat-obatan untuk memelihara kesehatan dan alat transportasi. Kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang-bidang jasa yang dibutuhkan oleh orang desa tetapi tidak dapat dilakukannya sendiri. Tetapi dalam kenyataannya, hal ideal tersebut kadang-kadang tidak terwujud karena adanya beberapa pembatas.

3. Aspek Positif dan Negatif
Untuk menunjang aktivitas warganya serta untuk memberikan suasana aman, tenteram dan nyaman pada warganya, kota dihadapkan pada keharusan menyediakan berbagai fasilitas kehidupan dan keharusan untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul sebagai akibat aktivitas warganya. Perkembangan kota merupakan manifesti dari pola kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan dan politik. Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi: wisma, karya, marga, suka, dan penyempurnaan. Kelima unsur pokok ini merupakan pola pokok dari komponen-komponen perkotaan yang kuantitas dan kualitasnya kemudia dirinci didalam perencanaan suatu kota tertentu sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang spesifik untuk kota tersebut. Rumusan pengembangan kota tergambar dalam pendekatan penanganan masalah kota antara lain:
1. menekan angka kelahiran
2. mengalihkan pusat pembangunan pabrik(industri) ke pinggiran kota
3. membendung urbanisasi
4. mendirikan kota satelit dimana pembukaan usaha relatif rendah
5. meningkatkan fungsi dan peranan kota-kota kecil atau desa-desa yang telah ada disekitar kota tersebut
6. transmigrasi bagi warga yang miskin dan tidak mempunyai pekerjaan
Suatu perkembangan kota harus mengarah pada penyesuaian lingkungan fisik ruang kota dengan perkembangan sosial dan kegiatan usaha masyarakat kota.

4. Masyarakat Pedesaan

A. Pengertian Desa/Pedesaan

Ada 3 pendapat yang dikemukakan mengenai pengertian desa, antara lain:
1. Menurut Sutardjo Kartohadikusuma, desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri.
2. Menurut Binarto, desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang terdapat disuatu daerah.
3. Menurut Paul H. Landis, desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.

Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa. Adapun ciri-ciri masyarakat pedesaan, antara lain:
a. didalam masyarakat pedesaan diantara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya diluar batas-batas wilayahnya
b. sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
c. sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
d. masyarakat tersebut homogen

B. Haikikat dan Sifat Masyarakat Pedesaan

Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai orang-orang kota sebagai masyarakat tenteram damai dan harmonis sehinggga oleh orang kita dianggap sebagai tepat untuk melepaskan lelah dari segala kesibukan, keramaian dan keruwetan atau kekusutan pikir.
Didalam masyarakat pedesaan kita mengenal bermacam-macam gejala khususnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa didalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial. Dalam hal ini kita jumpai gejala-gejala sosial yang sering diistilahkan dengan konflik, kontraversi, kompetisi, dan kegiatan pada masyarakat pedesaan.

C. Sistem Nilai Budaya Petani Indonesia

Sistem nilai budaya petani Indonesia antara lain:
1. para petani di Indonesia terutama diJawa pada dasarnya menganggap bahwa hidupnya itu sebagai sesuatu hal yang buruk, penuh dosa, dan kesengsaraan.
2. mereka beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup dan kadang-kadang untuk mencapai kedudukannya.
3. mereka berorientasi pada masa sekarang, kurang mempedulikan masa depan, mereka kurang mampu untuk itu.
4. mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada bencana alam atau bencana lain itu hanya merupakan sesuatu yang wajib diterima kurang adanya agar peristiwa-peristiwa macam itu tidak berulang kembali.
5. Untuk menghadapi alam mereka cukup dengan hidup bergotong royong.

D. Unsur-unsur Desa

Unsur-unsur desa ada tiga yaitu daerah, penduduk, dan tata kehidupan. Ketiga unsur desa ini tidak lepas satu sama lain, artinya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan hidup atau "Living unit".
Unsur lain yang termasuk untsur desa yaitu unsur letak. Letak suatu desa pada umumnya selalu jauh dari kota atau dari pusat keramaian. Unsur letak menetukan besar kecilnya isolasi suatu daerah terhadap daerah-daerah lainnya. Penduduk desa merupakan "face group" dimana mereka saling mengenal betul seolah-olah mengenal dirinya sendiri.

E. Fungsi Desa

Fungsi desa antara lain:
1. dalam hubungannya dengan kota maka desa yang merupakan 'hinterland" atau daerah dukung berfungsi sebagai suatu daerah pemberian bahan akana pokok
2. desa ditinjau dari sudut potensi ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah dan tenaga kerja yang tidak kecil artinya
3. dari segi kegiatan kerja, desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan, dan sebagainya.

Desa biasanya didiami oleh beberapa ribu orang saja, yang sebagian besar masih keluarga/kerabat. Hubungan sosial pada masyarakat desa terjadi secara kekeluargaan dan jauh menyangkut masalah-masalah pribadi. Secara umum ciri-ciri masyarakat pedesaan di Indonesia yaitu: homogenitas sosial, hubungan rimer, kontrol sosial yang ketat, gotong royong, ikatan sosial, magis religius, dan pola kehidupan.

5. Urbanisasi dan Urbanisme

Urbanisasi adalah suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau meupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.Proses urbanisasi boleh dikatakan terjadi diseluruh dunia. Proses urbanisasi dapat terjadi dengan lambat maupun cepat, tergantung pada keadaan masyarakat yang bersangkutan. Proses tersebut terjadi dnegan menyangkut 2 aspek yaitu perubahannya masyarakat desa menjadi masyarakat kota dan bertambahnya penduduk kota yang disebabkan oleh mengalirnya penduduk yang berasal dari desa-desa. Sehubungan dnegan proses tersebut, maka ada beberapa hal yang menyebabkan suatu daerah tempat tinggal mempunyai penduduk yang baik, secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. daerah yang termasuk menjadi pusat pemerintahan atau menjadi ibu kota
b. tempat tersebut letaknya sangat strategis sekali untuk usaha-usaha perdagangan/perniagaan
c. timbulnya industri yang didaerah itu yang memproduksikan barang-barang maupun jasa-jasa.

6. Perbedaan Masyarakat Pedesaan dengan Masyarakat Perkotaan

1. Lingkungan Umum dan Orientasi terhadap Alam
Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam. Penduduk yang tinggal didesa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan dan hukum-hukum alam. Tentu berbeda dengan penduduk kota yang kehidupannya "bebas" dari realitas alam. Padahal mata pencaharian juga menetukan relasi dan reaksi sosial.
2. Pekerjaan atau Mata Pencaharian
Mata pencaharian pedesaan adalah bertani dan berdagang. Sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha atau industri. Sedangkan dimasyarakat kota mata pencahariannya cenderung terspesialisasi dan spesialisasi itu dapat dikembangkan.
3. Ukuran Komunitas
Komunitas pedesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan terutama dalam mata pencaharian.
4. Kepadatan Penduduk
Penduduk desa kepadatannya lebih rendah dibandingkan dengan kepadatan penduduk kota.
5. Homogenitas dan Heterogenitas
Homogenitas sering nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Dikota sebaliknya penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang dengan macam-macam subkultur dan kesenangan, kebudayaan dan mata pencaharian.
6. Diferensiasi Sosial
Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yang tinggi didalam diferensiasi sosial.
7. Pelapisan Sosial
Ada beberapa perbedaan "pelapisan sosial tidak resmi" antara masyarakat desa dan kota, antara lain:
 a. pada masyarakat kota aspek kehidupan pekerjaan, ekonomi, atau sosial politik lebih banyak sistem
     pelapisannya dibanding didesa.
 b. pada masyarakat desa kesenjangan antara kelas ekstern dalam piramida sosial terlalu besar sedangkan
     pada masyarakat kota jarak antara kals ekstern yang kaya dan miskin cukup besar.
 c. pada umumnya masyarakat pedesaan cenderung berada pada klas menengah menurut ukuran desa
 d. ketentuan kasta dan contoh-contoh perilaku yang dibutuhkan sitem kasta tidak banyak terdapat.
8. Mobilitas Sosial
Mobilitas wilayah dikota lebih sering ditemukan daripada didesa, dan segi-segi penting dari mobilitas tersebut adalah:
 a. banyak penduduk yang pindah rumah ke rumah lain
 b. waktu yang tersedia bagi penduduk kota untuk bepergian pe satuan penduduk lebih banyak dibandingkan
     dengan orang-orang desa
 c. bepergian setiap hari didalam atau diluar dari pusat penduduk
 d. waktu luang dikota lebih sedikit dibandingkan didesa
9. Interaksi Sosial
Perbedaan interaksi sosial didesa dan perkotaan yaitu masyarakat pedesaan lebih sedikit jumlahnya dan tingkat mobilitas sosialnya rendah maka kontak pribadi per individu lebih sedikit dan dalam kontak sosial berbeda secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
10. Pengawasan Sosial
 Tekanan sosial oleh masyarakat pedesaan lebih kuat karena kontaknya yang bersifat pribadi dan ramah tamah(informal) sedangkan dkota pengawasan sosial lebih bersifat formal, pribadi, dan peraturan lebih menyangkut masalah pelanggaran.
11. Pola Kepemimpinan
Menentukan kepemimpinan didaerah pedesaan cenderung banyak ditentukan oleh kualitas pribadi dari individu dibandingkan dengan dikota.
12. Standar Kehidupan
Dikota, dengan konsentrasin dan jumlah penduduk yang padat, tersedia dan ada kesanggupan dalam menyediakan kebutuhan tersebut dengakan didesa terkadang tida demikian.
13. Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial atau kepaduan dan kesatuan pada masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan banyak ditentukan oleh masing-masing faktor yang berbeda.
14. Nilai dan Sistem Nilai
Nilai dan sitem nilai didesa dnegan dikota berbeda dan dapat diamati dalam kebiasaan, cara, dan norma yang berlaku.

Kesimpulan yang bisa saya buat yaitu masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan diciptakan oleh Tuhan YME. untuk saling membutuhkan dan terciptanya rasa saling ketergantungan satu sama lain. Jangan sampai terjadi kesenjangan sosial antara masyarakat kota dengan masyarakat desa karena justru itu akan membuat kerugian tersendiri karna masyarakat desa tidak lepas dari masyarakat kota begitupun sebaliknya masyarakat kota tidak bisa lepas dari masyarakat desa.

Sumber: MKDU Ilmu Sosial Dasar Harwantiyoko dan Neltje F. Katuuk.

Tugas 5

Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat

1. PELAPISAN SOSIAL
A. Definisi
Masyarakat terbentuk dari individu-individu. Individu-individu yang terdiri dari berbagai latar belakang tentu akan membentuk suatu masyarakat heterogen yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial. Dengan adanya atau terjadinya kelompok sosial ininmaka terbentuklah suatu pelapisan masyarakat atau terbentuklah masyarakat yang berstrata.
Menurut Theodorson dkk. didalam Dictionary of Sociology, oleh mereka dikatakan bahwa" pelapisan masyarakat berarti jenjang status dan peranan yang relatif permanen yang terdapat didalam sistem sosial  (dari kelompok kecil sampai ke masyarakat) didalam pembedaan hak, pengaruh dan kekuasaan".
Masyarakat yang berstratifikasi sering dilukiskan sebagai suatu kerucut atau primidi, dimana lapisan bawah adalah paling lebar dan lapisan ini menyempit ke atas.

B. Pelapisan Sosial Ciri Tetap Kelompok Sosial
Pembagian dan pemberian kedudukan yang berhubungan dengan jenis kelamin nampaknya menjadi dasar dari seluruh sistem sosial masyarakat kuno/primitf. Didalam organisasi masyarakat primitif pun dimana belum mengenal tulisan, pelapisan masyarakat itu sudah ada. Hal ini terwujud berbagai bentuk sebagai berikut:
1. adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan pembedaan-pembedaan hak dan kewajiban.
2. adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan memiliki hak-hak istimewa.
3. adanya pemimpin yang saling berpengaruh.
4. adanya orang-orang yang dikecilkan diluar kasta dan orang yang diluar perlindungan hukum.
5. adanya pembagian kerja didalam suku itu sendiri.
6. adanya pembedaan standar ekonomi dan didalam ketidak samaan ekonomi itu secara umum.

Jika kita tidak dapat menemukan masyarakat yang tidak berlapis-lapis diantara masyarakat yang primitif, maka lebih tidak mungkin lagi untuk menemukannya didalam masyarakat yang telah lebih maju bervariasi, tetapi pada dasarnya pelapisan masyarakat itu ada dimana-mana dan disepanjang waktu.

C. Terjadinya Pelapisan Sosial
#terjadi dengan sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Pada pelapisan yang terjadi dengan sendirinya, maka kedudukan seseorang pada sesuatu strata atau pelapisan adalah secara otomatis.
#terjadi dengan disengaja
Sistem pelapisan yang disusun dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Didalam sistem pelapisan ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Didalam sitem organisasi yang disusun dengan cara ini mengandung dua sistem, antara lain sitem fungsional dan sistem skalar.
D. Pembedaan Sistem Pelapisan Menurut Sifatnya
1. sistem pelapisan masyarakat yang tertutup
2. sistem pelapisan masyarakat yang terbuka

2. KESAMAAN DERAJAT
1. Persamaan Hak
Mengenai persamaan hak ini selanjutnya dicantumkan dalam Pernyataan Sedunia Tentang Hak-hak (Asasi) Manusia atau Universitas Declaration of Human right (1948) dalam pasal-pasalnya seperti dalampasal 1, pasal 2 ayat 3, dan pasal 7.

2. Persamaan derajat Di Indonesia
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 mengenai hak dan kebebasan yang berkaitan dengan adanya persamaan derajat dan hak juga tercantum dalam pasal-pasalnya secara jelas. Sebagaimana kita ketahui Negara Republik Indonesia menganut asas bahwa setiap warga negara tanpa kecualinya memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Hukum dibuat dimaksudkan untuk melindungi dan mengatur masyarakat secara umum tanpa adanya perbedaan. Kalau kita lihat ada empat pasal yang memuat ketentuan-ketentuan tentang hak-hak asasi itu yakni pasal 27 ayat 1, 27 ayat 2, 28, 29 ayat 2, dan 31.

3. ELITE DAN MASSA
1).Elite
Dalam pengertian yang umum elite itu menunjuk sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Elite adalah suatu minoritas pribadi-pribadi yang diangkat untuk melayani suatu kolektivitas dengan cara yang bernilai sosial. Golongan elite sebagai minoritas sering ditampakkan dengan beberapa bentuk penampilan antara lain:
a. elite menduduki posisi yang penting dan cenderung merupakan proses kehidupan masyarakat secara keselruruhan
b. faktor utama yang menentukan kedudukan mereka adalah keunggulan dan keberhasilan yang dilandasi oleh kemampuan yang baik
c. dalam hal tanggung jawab, mereka memiliki tanggung jawab yang besar
d. imbalan yang lebih besar yang diperoleh atas pekerjaan dan usahanya

2). Massa
istilah massa digunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spontan yang dalam beberapa hal menyerupai crowd. Terdapat beberapa hal yang penting sebagai ciri-ciri yang membedakan didalam massa:
1. keanggotaannya berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial
2. massa merupakan kelompok yang anonim
3. sedikit sekali interaksi atau bertukar pengalaman antar anggota-anggotanya
4. very loosely organized.

4. PEMBAGIAN PENDAPATAN
1. Komponen Pendapatan
Pada dasarnya dalam kehidupan ekonomi itu hany ada 2 kelompok yaitu rumah tangga produsen dan rumah tangga konsumen. Pemilik faktor produksi yang telah menyerahkan atau mengikutsertakan faktor produksinya kedalam proses produksi akan memperoleh balas jasa. pemilik alam(tanah) akan memperoleh sewa. Pemilik tenaga akan memperoleh upah. Pemilik modal akan memperoleh bunga dan pengusaha akan memperoleh keuntungan.
2. Komponen Pendapatan
terdiri dari 4 bagian yaitu sewa tanah, upah, bunga modal, dan laba pengusaha.

Kesimpulan yang bisa saya buat yaitu menurut saya manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai suku, berbagai kedudukan, bermacam-macam derajatnya dan sebagainya. Kalau membahas tentang persamaan derajat, di Indonesia sendiri menurut saya masih terjadi kesenjangan sosial, yaitu perbedaan dan diskriminasi derajat. Contohnya banyak dari kalangan atas yang mencomooh kalangan menengah dan kebawah, mereka hidup berfoya-foya tanpa memikirkan bahwa masih banyak saudara-saudara kita yang membutuhkan atau kekurangan. Sebagai contoh lain lagi, tentang menteri-menteri dan anggota-anggota DPR yang diberikan mobil mewah oleh pemerintah sedangkan uangnya merupakan anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, bukannya malah dipergunakan untuk menambah fasilitas bagi menteri dan DPR karena masih banyak kemiskinan di Indonesia yang sampai saat ini masih belum bisa diatasi oleh pemerintah.

Sumber: MKDU Ilmu Sosial Dasar Harwantiyoko dan Neltje F. Katuuk. 

Tugas 4


Warga negara dan Negara


Warga negara dan Negara adalah suatu kesatuan dalam kehidupan kita sehari-hari.pernahkah kita lihat suatu negara tanpa ada warga negara atau sebaliknya warga negara tetapi tidak memiliki kewarganegaraan.Itulah mengapa warga negara dan negara adalah satu kesatuan karena ada hubungan timbal balik dari keduanya.

Negara memiliki suatu hukum yang tertulis maupun tidak tertulis itu semata-mata untuk mengatur dan mensejahterakan warganya.Dan seorang warga negara pun berjuang keras dalam suatu perlombaan internasional semata-mata untuk mengharumkan nama negaranya.Kitapun tahu siapa yang akan membangun negara ini jika bukan kita sendiri sebagai warga negara Indonesia,selama ini kita sudah salah menilai negara ini karena perilaku pemerintahnya,jadi bukan suatu alasan untuk membenci Indonesia melainkan untuk membuat rencana bagaimana negara ini kedepannya sehingga tidak rusak oleh orang-orang yang tidak melihat kesejahteraan rakyatnya melainkan kesejahteraan keluarganya sendiri.

Indonesia memiliki warga negara yang sifatnya beragam,dan jadikanlah ini suatu kelebihan dari negara kita ini bukan menjadi suatu halangan.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites